Langsung ke konten utama

Kehilangan Momentum

Bingkisan kue dari Nuhrul & Liziya (IX-D). Terima kasih, ya, murid kesayangan ibu... ❤️

Siang tadi istri masih kembali ke sekolah. Agendanya RAT pengurus koperasi sekolah “DUPAN”. Di samping menyerahkan laporan pembukuan dan uang SHU, juga pemilihan pengurus baru untuk periode berikutnya.

Karena istri sebagai bendahara memasuki masa purna tugas, kemudian bulan Oktober nanti ketuanya juga akan pensiun, maka perlu pembubaran pengurus lama (semua tanpa kecuali) dan dibentuk pengurus baru.

Dari Senin hingga Rabu dia penuh kejutan dari anak-anak kelas IX-B, IX-C, dan IX-A. Buket bunga, peluk dan tangis dari pelajar putri dan kolega guru perempuan. Momen perpisahan beruntun terjadi di tiga kelas itu.

Kelas IX-D yang alpa memberi surprise. Sepertinya mereka kurang peka pada isyarat yang sudah pernah dia sampaikan sebelumnya, bahwa mengajar sampai akhir Januari. Sesudah itu memasuki usia pensiun.

Kelas IX-D seperti kehilangan momentum. Anak kelas IX-B yang pengin menyiapkan surprise bertanya warna apa kesukaan ibu guru mereka itu. Dijawab istri, warna apa aja suka. “Yang pasti apa, Bu. Merah apa ungu?”

Kembali ditegaskannya, dua-duanya suka. Merah suka, ungu juga suka. Kebetulan di hari Jumat (26/1) itu istri memakai baju olahraga berwarna ungu muda. Itu kan merujuk ke arah pengertian bahwa suka warna ungu.

Pesan ucapan dan doa di secarik kertas berkarakter 🖤 dari Nuhrul & Liziya (IX-D), Jumat (2/2).

Dari mengamati warna baju olahraga itu, tampaknya kemudian anak-anak kelas IX-B (Melody, Keni, Kyla, Finna, Maura, Adinda, Nadila, Yosi, Nesa, Ayra, dan Audi) menyiapkan buket bunga paduan warna ungu.

Buket bunga mereka serahkan Senin (29/1/'24) melalui drama satu babak yang dibantu Ibu Siti Syamsiah (baca “Orang Tua Pengganti”). IX-B itulah pembuka momen memberi surprise, berpelukan, dan bertangis-tangisan.

Di hari berikutnya, momen merayakan hari terakhir kebersamaan diikuti oleh kelas IX-C (Selasa, 30/1) dan IX-A (Rabu, 31/1). Sementara meski ada jam belajar di hari Rabu itu, anak IX-D tidak siap dengan momennya.

Barangkali ingin menebus kekalahan, Nuhrul & Liziya memberi bingkisan kue buat istri, Jumat (2/2) siang tadi. Kehilangan momentum, bukan berarti tidak bisa ditebus sama sekali. Nuhrul & Liziya membuktikannya.

“To: Ibu sayang. From: Nuhrul & Liziya. Assalamu ’alaikum Ibu Rum, terima kasih untuk ibu yang sudah sabar mengajar kami. Semoga ibu selalu dalam perlindungan Allah SWT. Kami sayang ibu. I love you”.

Begitu yang tertulis pada secarik kertas yang dibentuk menyerupa karakter “hati” yang dimasukkan dalam tas kue tadi. Anak dua itu tentu memang niat. Beli kue di The Harvest Cake, Bread & More… entah di mana itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...