Langsung ke konten utama

36 Penulis Mengadon Rasa


Antologi “Terkenang Kampung Halaman. Ingatan-Ingatan pada Tanah Kelahiran” yang semula saya sangka melibatkan 33 penulis, ternyata 36 penulis. Buku yang akan diterbitkan Sijado Institute ini masih dalam proses rekapitulasi jumlah eksemplar buku yang dipesan oleh masing-masing penulis. Tiap penulis “wajib” memesan minimal 2 eksemplar, tetapi ada yang lebih dari itu. Justru bagus, makin banyak jumlah produksinya, makin banyak cuan masuk untuk mengganti biaya produksi.

Bukan hanya jumlah suara hasil pemilu saja yang butuh direkapitulasi, melainkan jumlah eksemplar buku yang dipesan penulis juga harus direkap agar sinkron antara yang dipesan dan dikirim ke alamat penulis nantinya. Biarkan saja yang tidak sinkron dilakukan KPU. Cemmana, Lae, antara jumlah yang ditampilkan di hasil hitung suara KPU kok tidak sinkron dengan yang ada di lembar kertas plano dan C1. Indikasi mark up segede gabanseterang matahari pagi. Terstruktur, sistemik, dan masif (TSM).

Postingan di blog ini 27 November 2023, di bawah judul “33 Bermakna Pahala” karena saya sangka jumlah penulisnya fix di 33 orang itu, tetapi rupanya ada menyusul 3 penulis, maka jumlah penulis yang terlibat di proyek menghimpun dan menerbitkan buku antologi tentang kampung halaman secara keroyokan ini fix menjadi 36 orang. Dengan jumlah seperti itu, berarti ada 36 macam cerita bisa dibaca dan dipetik nilai filosofinya yang niscaya membawa pencerahan bagi batin yang kerontang.

36 penulis mengadon rasa, ya, isi buku ini tidak melulu tentang kampung halaman yang ditulis dengan gaya prosais esais. Ada yang hanya berupa untaian bait-bait puisi atau mungkin kidung yang bisa menyihir pembaca, membawanya ke hilir masa lalunya yang penuh dinamika kehidupan semenjak kanak-kanak hingga tumbuh menjadi remaja dan akhirnya terpental jauh di rantau, lupa jalan pulang karena menang dan senang atau yang malu pulang karena dikalahkan nasib yang begitu malang.

Orang rantau mana yang tidak rindu kampung halaman? Ketika denyut pembangunan mengubah wajah kampung menjadi destinasi wisata, alamak, tidakkah hasrat untuk pulang ikut berdenyut dipalu keinginan meniliki kampung yang, tiba-tiba viral di YouTube karena turis-turis berbikini berseliweran sudah menjadi pemandangan biasa. Tengoklah pantai-pantai di Pesisir Barat atau Danau Ranau. Hal yang tidak mungkin ditolak karena perubahan adalah simbol adanya pembangunan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...