Langsung ke konten utama

Gejayan Memanggil

Elemen mahasiswa menngelar Aksi Gejayan Memanggil di Yogyakarta, Senin, 12 Februari 2024. (foto: Michelle Gabriela Momole/TEMPO)

Kembali BEM UGM diikuti kalangan akademisi dan dosen menggelar aksi di pertigaan Jalan Gejayan, Yogyakarta. Aksi ini, seperti yang pernah digelar sebelumnya, diberi nama “Gejayan Memanggil” sesuai lokasi aksi digelar, yaitu pertigaan Jl. Gejayan.

Sebelum aksi, mahasiswa melakukan long march dari bundaran Bulak Sumur menuju pertigaan Jl. Gejayan. Berbagai elemen masyarakat sipil menyuarakan berbagai kritik disertai teatrikal simbolis mengutuk rezim pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Jaringan Penggugat Demokrasi atau Jagad, salah satu elemen massa aksi, menyerukan 11 tuntutan sembari melakukan teatrikal dengan menghukum pancung sosok bertopeng ’Jokowi’ ke dalam lubang replika guillotine atau alat pancung di atas mobil komando.

Aksi itu dilakukan sebagai simbol penghukuman ter- hadap Jokowi dan para kroninya yang mereka nilai gagal menjalankan fungsi sebagai penyelenggara negara, terutama dalam menegakkan demokrasi dengan benar dan menyejahterakan masyarakat.

Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jogja menggelar Aksi Gejayan Memanggil, Senin, 12 Februari 2024. (foto: Michelle Gabriela Momole/TEMPO)

Nugroho Prasetyo Aditama, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UGM 2024, mengatakan bahwa aksi ini dipantik oleh kekesalan terhadap Jokowi yang mulai ngawur menggunakan kekuasaan, dengan cara mempermainkan Undang-Undang dalam berkuasa.

Berbagai trik dilakukan Jokowi demi melanggengkan kekusaan, seperti ambisi tiga periode. “Demokrasi mulai dimonopolisasi. Jadi bukan demokrasi untuk rakyat lagi, tetapi demokrasi untuk oligarki,” ujar Nugroho, dikutip dari Tempo.co, Selasa, 13/2/2024.

Gejayan memanggil dengan tagar #GejayanMemaggil trending topik di Twitter pada tahun 2019. Trending tersebut berisi tentang gelaran aksi demo mahasiswa berpusat di titik kumpul pertigaan Colombo, Jalan Gejayan, Yogyakarta, Senin (23/9/2019) pukul 13.00.

Suksesnya aksi massa berbagai perguruan tinggi di Jogja itulah, “Gejayan Memanggil” kemudian menjadi trend bagi mahasiswa Jogja dalam melakukan aksi massa. Hari ini, tadi sore, Senin (12/2/2024) kembali mahasiswa Jogja menggelar “Gejayan Memanggil.”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...