Langsung ke konten utama

Mati di Tangan Matador

sekadar ilustrasi, kertas suara bolong setelah "diseruduk banteng ngamuk" karena antipati pada pemilu. (foto: IG @facthitt)

Adu banteng di Portugal disebut forcados. Pertunjuk-an forcados ini selalu menarik minat. Penonton pasti menyemut. Permainan ini melibatkan delapan orang laki-laki menghadapi seekor banteng dengan tangan kosong tanpa bantuan senjata apa pun.

Berbeda dengan Portugal, adu banteng di Spanyol dilakukan oleh seorang matador menghadapi seekor banteng. Tanding satu lawan satu sampai si matador menusuk banteng dengan pedangnya hingga tewas.

Barangkali diilhami keperkasaan banteng, Megawati Soekarnoputri sehingga menjadikan banteng sebagai lambang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dengan moncongnya dibuat berwarna putih.

Moncong berwarna putih, maka namanya Banteng Moncong Putih. Selama satu dasawarsa belakangan PDI Perjuangan menjadi partai pemenang pemilu dan berkuasa dan menjadikan Jokowi sebagai presiden.

Selama jadi presiden RI (2014—2019 dan 2019—2024), Jokowi hanyalah dianggap petugas partai oleh Mega. Jokowi dalam pengakuannya merasa dikuyo-kuyo, dihina-hina, direndah-rendahkan oleh Megawati.

Suatu hari dalam pidatonya di Jogja, Jokowi berkata, “hari ini saya akan lawan.” Di pemilu 2024 ini dengan diubahnya aturan syarat umur calon presiden/wakil presiden oleh MK, Gibran jadi cawapres Prabowo.

Pada mulanya Jokowi mengelus-elus Ganjar Pranowo sebagai capres PDI-P selanjutnya walaupun Megawati tidak sreg, tetapi diam-dia ia mempersiapkan jalan bagi putranya Gibran untuk jadi cawapres Prabowo.

Tanpa disadari, secara implisit Jokowi bertindak atas nama diri sendiri maupun Prabowo SubiantoGibran Rakabuming Raka menghunus sebilah pedang untuk menusuk Banteng Moncong Putih hingga terkapar. Di pemilu presiden tahun 2024 ini pendukung Jokowi pindah haluan mendukung Prabowo–Gibran.

Akhirnya, bisa dikatakan Banteng Moncong Putih mati di tangan matador bernama Jokowi. Tragis sekali nasib PDI-P dan Megawati Soekarnoputri yang selalu meng-kuyo-kuyo, menghina-hina, merendah-rendahkannya. Hari ini Joko Widodo membuktikan apa yang telah ia ucapkan, “saya akan lawan.

Rasanya tidak sepenuhnya menguyo-kuyo. Ibu Mega itu gaya bicaranya memang ceplas-ceplos. Karena itu, lantaran ceplas-ceplos tersebut membuat Ibu Mega keceplosan, omon-omon ngelantur tanpa kontrol dan terdengar sakitnya tuh di sini oleh si petugas partai.

Massa pendukung Prabowo Subianto di pilpres 2019 yang kecewa karena Prabowo bergabung ke kabinet Indonesia Maju Jokowi, pindah haluan mendukung Anies Baswedan–Muhaimin Iskandar pada pilpres 2024, tergiur jargon perubahan yang ditawarkan.

Tetapi, massa pendukung Jokowi–PDI-P yang disebut “projo” juga berpindah haluan mendukung Prabowo–Gibran meninggalkan PDI-P yang mengusung Ganjar–Mahfud sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden. Apa lacur, akhirnya Ganjar–Mahfud keok.

Sampai tulisan ini diposting, hasil hitung cepat (quick count), terpantau pasangan Prabowo–Gibran unggul (versi quick count) 57,84% mengalahkan pasangan Anies Baswedan–Muhaimin Iskandar 25,66%, dan pasangan Ganjar Pranowo–Mahfud MD 16,49%.

Quick count ini dilakukan beberapa lembaga survei. Hasil survei mereka selalu unggulkan Prabowo dan rendahkan Ganjar maupun Anies. Jadi, antara quick count dan survei tidak begitu jauh berbeda. Yang riil nanti adalah hasil real count, itu yang kita tunggu.

Hitungan manual (real count) dalam proses secara berjenjang di KPPS Kelurahan, PPS Kecamatan, KPU Kabupaten/Kota, KPU Provinsi, dan hasil akhirnya diumumkan oleh KPU Pusat setelah selesai dilakukan verifikasi secara terpadu keseluruhan TPS yang ada.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...