Langsung ke konten utama

Empat Musim Menunggu

doodle google 29/2/2024

Sebagaimana buah durian, duku, manggis, dan lain-lain yang sedang musim saat ini. Datangnya tahun kabisat disambut riang oleh orang yang lahir tanggal 29 Februari. Pasalnya, mereka berulang tahun empat tahun sekali atau sekali dalam empat tahun. Ahay...

Adik sepupu saya di Jogja lahir tanggal 28 Februari. Jadi, secara kebetulan barangkali ia lahir di tanggal itu. Andai mundur sehari tentu jatuh di tanggal 29, tentu juga ia ulang tahun sekali dalam empat tahun. Betapa lama menunggu momen menyenangkan itu.

Musim buah tersebut di atas, memang disambut riang. Saking banjir di mana-mana ada lapak penjual buah tersebut membuat persaingan harga ketat. Tetapi, mematok harga duku dan manggis Rp10K per kilogram, buah cepat laku dan tidak sampai busuk.

Agak ngeri-ngeri sedap bisnis buah di masa musim panen. Buah lagi banjir-banjirnya, calon pembeli tidak perlu jauh-jauh ke pasar, penjual ada di pinggir jalan sekitar tempat tinggalnya. Kalaupun harganya agak tinggi, ya, mesti pandai-pandailah kau menawar, Lae.

Tahun kabisat datang di tahun ini. Betapa lamanya menunggu buat mendengarkan lagu atau ucapan “selamat ulang tahun” dari suami/istri, anak, cucu dan kerabat lainnya. Empat kali musim buah. Berapa kali purnama itu, sebegitulah lamanya menunggu.

Untuk mengorbit matahari, bumi butuh waktu sekitar 365,25 hari. Satu tahun hanya terdiri dari 365 hari. Oleh karena itu, sisa waktu pengorbitan matahari sekitar ¼ hari atau 6 jam bilamana diakumulasikan dalam empat tahun menjadi satu hari penambahan.

Dengan demikian, setiap empat tahun, bulan Februari yang umumnya 28 hari menjadi 29 hari. Makanya, tahun kabisat terjadi empat tahun sekali atau setiap empat tahun sekali baru ada tanggal 29, barulah mereka yang lahir di tanggal tersebut berulangtahun.

Kalau dikatakan “empat musim menunggu” tidaklah keliru. Empat kali musim buah-buahan. Atau menurut grup band Wali, “Dari musim duren hingga musim rambutan. Timur ke Barat, Selatan ke Utara”, barulah datang momen bahagia merayakan hari ulang tahun.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...