Langsung ke konten utama

Semula Hanyalah Kata

photo by zabidi yakub

Semula Hanyalah Kata

Puisi Zabidi Yakub


tunas-tunas hujan
yang tumbuh dari doa petani
niatnya hanya untuk
menghadiahkan butir embun
di pucuk kemangi
tanpa disadarinya
hujan ternyata berbuah lebat
dia kekurangan tenaga memanennya
buah hujan rontok berserakan
berguliran ke mana-mana
ke dasar jurang, kali yang setia menerima
ke ladang tetangga, menghardik gulma 
bahkan ke kota, rantauan anak gadisnya
menjelma air bah menggenangi jalan
menenggelamkan rumah kost anaknya
gadis itu terjebak empat jam dalam diam
ke arah foto bapaknya di dinding
dia menatap untuk menitip rasa kangen
ingin dia seduh secangkir kopi
untuk bapaknya yang giat bekerja
di ladang warisan kakek neneknya
tapi, di kamar kos hanya air menggenang

pada air yang menggenangi kamarnya
air apa yang bisa dia seduh lalu suguhkan
sepatu yang luput dia singkirkan
mengapung, menambah berat laranya

di ladang warisan
bapaknya menuai apa yang menghidupi
di laman pencarian
anak gadisnya mengunduh bahan skripsi

mereka sama-sama menuai dan mengunduh
sama-sama menyemai doa, semula hanyalah kata
bedanya, bapaknya berjibaku dengan peluh 
anak gadisnya didekap ruang berpendingin udara

sebab doa adalah energi yang menguatkan
mereka jaga agar tunasnya tumbuh subur
kalau bisa jadilah hujan, tidak sebatas kata
sebab hujan adalah hadiah mengejutkan
bagi petani agar tanaman tak kerontang, siapa tahu
bagi orang kota itu mengkhawatirkan, dia tak tahu
itu di luar pengharapan, Tuhan Maha Pemberi
doa yang semula hanyalah kata
bagi petani agar jadi tunas hujan
biar rumpun kemangi tidak lagi kegerahan
sekiranya hujan yang diturunkan Tuhan
di luar batas yang hanya diharapkan
itulah hadiah yang mengejutkan

hujan hanyalah buah doa
Tuhan Maha Memberi yang siapa pun harapkan
sekehendak Dia mau seberapa Dia berikan
hujan gugur dari doa yang subur
pergi mengembara ke mana sesukanya
bila ada penumpang gelap di belakangnya
sesampai di kota menenggelamkan perumahan
itu hadiah yang juga mengejutkan
bentuknya yang lain

di balik doa, ada pengharapan baik
bila yang didapat baik, Tuhan Maha Penyayang
di balik rezeki, ada bencana
bila terhindar darinya, Tuhan Maha Penyayang
di balik bencana, ada hikmah
cari dan temukan sendiri, hikmahnya apa

 

Kemiling Permai, 26 Februari 2024 | 09:28 |



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...