Langsung ke konten utama

Chemistry

Ilustration, image source: Knowledge Universe Online.

Chemistry ialah kata dalam bahasa Inggris untuk mengacu ke bidang ilmu sains, yakni kimia. Tetapi, chemistry sering digunakan untuk menggambarkan kecocokan dalam sebuah hubungan, baik sekadar pertemanan, percintaan maupun perkawinan.

Sebagai cabang ilmu alam, chemistry mempelajari sifat zat, perubahan yang dialaminya dan hukum alam yang menjelaskan perubahan tersebut. Sebagai cabang ilmu sains, chemistry adalah ilmu yang mempelajari atom, molekul, senyawa serta sifatnya.

Selain untuk menjelaskan ilmu sains, kata chemistry sering dikaitkan dengan kecocokan antara seseorang dengan lain orang dalam masalah hubungan sosial. Misalnya, kecocokan pertemanan di lingkup sekolah atau ruang kerja, dalam percintaan atau perkawinan.

Namun, di lingkup sekolah bukan semata hubungan pertemanan antarpeserta didik, melainkan hubungan dengan guru. Begitupun di lingkup kantor tempat kerja, hubungan tidak hanya antarteman, tetapi juga dengan bos dan orang lainnya, misal security dan OB.

Lalu, bagaimana hubungan seseorang dengan orang lainnya dikatakan memiliki chemistry? Ya, bila dalam hubungan itu masing-masing orang yang terhubung saling memberikan rasa gembira, aman, dan hormat yang akhirnya merasakan nyamannya hubungan.

Chemistry dimulai dengan minat dan keyakinan terhadap nilai yang sama. Guru yakin anak-anak didiknya orang baik. Begitu sebaliknya, anak-anak yakin guru yang mentransfer ilmu kepada mereka baik bila dalam mengajar dirasa menyenangkan.

Tadi siang ceritanya, Istri kembali ke sekolah. Begitu melihat kehadirannya, anak-anak kelas IX-A hingga IX-D euforia. Mereka samperin ibu guru yang TMT 1 Februari kemarin tidak lagi mengajar mereka. Anak-anak tersebut curhat dan menangis di hadapannya.

Mereka hujani istri dengan curhat dan tangis. Lagi, istri melihat ekspresi kesedihan di mata anak-anak itu karena ditinggalkannya. Istri lihat “air mata kehilangan” ditumpahkan anak-anak itu dengan sadar, bukan drama, bukan caper agar dikasihani.

Reva, anak kelas IX-C yang baru saja ditinggal ibunya berpulang ke Haribaan Ilahi, mengekspresikan rasa sedih berulang. Setelah ditinggal ibu kandungnya, kini ditinggal ibu gurunya yang pensiun. Ditambah lagi merasakan nuansa belajar yang jauh berbeda.

Begitulah. Lain kepala lain pola pikirnya. Rambut boleh sama hitam, tingkat pendidikan bisa sama tinggai. Tetapi, cara mengajar guru-guru di sekolah berbeda satu dengan yang lain. Anak-anak yang merasakannya. Mana yang enak, mana tidak enak.

Anak-anak merasa enak karena mereka menemukan chemistry dalam hubungan dengan guru tersebut. Kembali kepada penjelasan bahwa chemistry adalah kecocokan. Anak-anak cocok dengan cara ngajar guru A belum tentu cocok cara ngajar guru yang lainnya.

Yang tidak menemukan chemistry tentu saja tidak enak yang mereka rasakan. Bagaimana menemukan chemistry tersebut? Prosesnya alamiah, manakala cara mengajar seorang guru dirasa anak-anak enak, maka chemistry akan terbangun dengan sendirinya.

Sekali hubungan terbangun, kecocokan terkait dan menemukan chemistry, rasa menyenangkan hadir di setiap pertemuan kegiatan belajar mengajar. Maka, ketika guru itu pensiun, tangis kesedihan tidak bisa anak-anak itu tahan untuk ditumpahkan.

Kembali siang tadi, anak-anak kelas IX-A hingga IX-D merubung istri di meja piket sekolah. Kembali anak-anak itu menumpahkan “air mata kesedihan” karena kehilangan chemistry dengan istri sementara belum menemukannya dengan guru yang menggantikan.

Kehilangan, apa pun itu, sungguh tidak enak dirasa. Sepasang kekasih, suami-istri, anak dengan orang tua, murid dengan guru, rekan kerja atau sesama orang bertetangga jika berpisah, maka kesedihan karena berpisah itulah yang dirasakan oleh satu sama lain.

Meski saya tidak melihat momen tangis-tangisan antara anak-anak itu dengan istri, tetapi secara naluriah saya bisa menggambarkan betapa sedih memang berpisah dengan guru yang mereka rasa cara mengajarnya enak. Sedih yang tiada tepermanai.

Orang yang paham metodologi riset tak memungkiri apa yang saya kemukakan di atas. Ada yang merasa kehilangan uang segepok tak seberapa menyedihkan dibanding kehilangan orang yang chemistry di antara mereka tidak ubahnya zat-zat yang telah bersenyawa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...