Langsung ke konten utama

Perjalanan Pensiunan

Foto sejenak sebelum berangkat

Debut menjalani pensiunnya, istri jalan-jalan ke Bandung—Jakarta bersama ibu-ibu Majelis Taklim Masjid Ikhlas Al-Azhar, BKP. Di Bandung, akan mengunjungi Masjid Al-Jabbar dan Jatinangor Park. Di Jakarta mereka akan ke Kota Tua dan Tamrin City.

Kumpul dan berangkat dari halaman Masjid Ikhlas Al-Azhar pukul 06:00 (teorinya). Kumpulnya iya bisa pukul 06:00, tetapi, berangkatnya, ya, tetap saja molor hingga pukul 07:10 WIB bus yang membawa mereka baru mulai bergerak meninggalkan pelataran masjid.

Tarik-ulur antara yang positif berangkat dan yang mundur karena kendala tertentu sempat terjadi. Gak pasti berapa orang yang benar-benar jadi ikut atau tidak. Tadi ada yang mundur, istri lalu menawarkan kepada temannya sesama pensiunan, pengin sekali.

Tiwas temannya itu mau banget, eh, ternyata kursi kosong itu sudah ada yang ngisi. Menunggu lagi kali saja ada yang mundur lagi. Benar saja, ada satu orang gak jadi berangkat karena nggak boleh cuti/izin di hari kejepit libur weekwnd. Pegawai swasta repot.

“Orang sabar disayang Tuhan”. Begitu peribahasanya. Benar saja, berkat sabar menunggu kali saja ada yang mundur, akhirnya dapat juga bangku kosong. Teman istri bisa ikut healing mengisi hari-hari pensiun. Ini mereka berdua pergi bareng setelah istri pensiun.

Sebelumnya mereka sering pergi makan-makan atau jalan-jalan agar teman istri itu tidak suntuk di rumah setelah pensiun satu tahun lalu. Sewaktu masih sama-sama ngajar, mereka lebih sering lagi pergi bareng-bareng. Kemudian dia lebih dahulu pensiun.

Mengapa saya katakan perjalanan pensiunan? Karena peserta yang berangkat, ada beberapa orang yang pensiunan PNS/ASN. Jamak dilakukan ibu-ibu yang sudah pensiun mengisi hari-hari dengan aktif di majelis taklim ikut pengajian di masjid-masjid.

Tidak hanya masjid tempat tinggal, tetapi juga masjid lain. Bila ada kegiatan pengajian bulanan, biasanya juga mengundang ibu-ibu anggota majelis taklim dari tetangga komplek perumahan. Kadang perjalanannya sampai jauh ke luar kelurahan atau luar kecamatan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...