Satu even antologi puisi sufistik bertema “Ramadan Suci” yang tenggat waktunya berakhir 28 Februari, semula saya pikir tidak ada progres dan mendorong saya menulis di blog berjudul “Dari Even ke Even” dan posting 3 Mei, ternyata kemarin pukul 17:30, muncul WAG sebagai wadah informasi hasil kurasi dan media komunikasi para peserta antologi.
Puisi yang saya kirim
di bulan Ramadan lalu saya kasih judul “Ibadah Puasa dan Ibadah Puisi” dengan
mengutip Joko Pinurbo yang memopulerkan frasa “ibadah puisi” dalam puisinya yang
berjudul “Puasa” ditujukan kepada Hasan Aspahani di dalam buku “Selamat
Menjalankan Ibadah Puisi” halaman 152. Puisi itu ditulis Joko Pinurbo tahun
2007.
Pada WAG yang kemarin
memasukkan nama saya sebagai salah satu anggota grup, dikatakan bahwa puisi
sudah dikurasi oleh Tim Kurataor yaitu Bambang Widiatmoko dan Wardjito
Soeharso. Bila masuk dalam antologi ini akan menambah pengalaman saya dalam menulis
puisi. Yaitu mengeksplor puisi sufistik yang bertemakan Ramadan Suci.
Ramadan, bulan suci
umat muslim sedunia, sangat dirindukan kedatangannya dan sebagai tamu yang
dimuliakan, Ramadan akan “dijamu” dengan jamuan yang renes, di antaranya salat tarawih, tadarus Al-Quran dan sekaligus
tadabur, tolabul ilmi, sadaqah jariah, dan puncaknya kewajiban
mengeluarkan zakat fitrah sebagai penyuci dosa-dosa kecil.
Ya, sudah barang tentu tak
ada yang benar-benar sempurna ibadah puasanya. Kendati puasa adalah ibadah yang
diwajibkan bagi orang-orang yang beriman dan intinya adalah menahan hawa nafsu
dan perbuatan dosa, niscaya ada saja yang luput karena sejatinya manusia adalah
makhluk yang lemah, mudah terhasut oleh godaan syetan terkutuk.
Karena itu, zakat fitrah
dikeluarkan sebagai penebus, penyuci dosa-dosa kecil sepanjang bulan Ramadan. Tujuannya
agar orang-orang yang beriman kembali pada fitrah kesuciannya bagai bayi yang
baru dilahirkan, suci dari noda dan dosa. Zakat fitrah diserahkan kepada mereka
yang berhak menerimanya (ada delapan golongan penerima zakat).
Komentar
Posting Komentar