Langsung ke konten utama

Calon Haji Tertua

Sutiah, berusia 107 tahun, CJH tertua dari Lampung. (foto: Kupas Tuntas)

Sutiah binti Sunyoto warga dari Sidomulyo, Lampung Selatan, tercatat sebagai calon jemaah haji (CJH) tertua dengan usia 107 tahun yang berangkat menunaikan ibadah haji tahun 2025. Yang menarik, dia naik haji dari hasil menanam jagung dan padi.

Rabu (7/05/2025) pagi rombongan CJH kloter 19 JKG tiba di asrama haji Rajabasa. Di tengah keramaian dan riuh CJH yang tiba didampingi keluarganya, Sutiah terlihat berusia lebih lanjut dibanding CJH lain. Tubuhnya agak bungkuk, namun masih gagah.

Menuruni tangga bus yang membawa rombongan dari Sidomulyo, dia tampak semangat. Yang menarik lainnya, tanggal kelahiran Sutiah tercatat pada 3 Oktober 1917. Di luar kelaziman orang tua zaman dahulu yang mencatat tanggal lahir anaknya.

Kendati usianya 107 tahun, kaki Sutiah masih kuat berjalan, padahal ada CJH yang usianya di bawah dia, tapi sudah menggunakan kursi roda. Dengan begitu, Sutinah karena rajin beraktivitas sebagai petani ke lading dan sawah, kesehatannya terjaga.

Saya jadi teringat Ayah saya waktu berangkat menunaikan ibadah haji pada tahun 1997, saat itu usia beliau 75 tahun, tapi sesampai di Arab Saudi (Madinah dan Makkah), beliau justru jemaah yang paling sehat dan kuat di antara rombongan CJH lainnya yang masih muda.

Di antara rombongan kami jemaah umrah Oktober 2024 silam, satu jemaah nenek berusia 82 tahun juga masih gesit dan sehat walafiat selama menjalankan syarat rukun umrah baik yang wajib maupun yang sunnah. Alasannya, karena rajin ke ladang.

Sutiah kepada Kupas Tuntas, mengaku tidak pernah sakit. Jika pun sakit, maka obat yang diminumnya cuman Oskadon, gak minum obat aneh-aneh. Makanan yang dikonsumsinya yang sehat-sehat. Gak makan telur dan ayam potong, cuma sayur-sayuran.

Kalaupun makan ikan laut, dipilihnya yang masih segar dari nelayan di kampungnya, Sidomulyo. “Yang gak bagus, aku gak mau,” katanya. “Sayur pun, seperti yang mudah didapat di kebun, singkong dan kangkung, gak harus beli,” imbuhnya.

Sutiah memiliki anak 8 orang. Kegiatannya sehari-hari nyabutin rumput di depan rumah. Sesekali nengok padi di sawah dan jagung di ladang. “Uang untuk ongkos haji adalah hasil menabung sedikit-sedikit dari hasil jual padi dan singkong,” jelasnya.

Setelah ditinggal suaminya wafat, ditemani anak dan cucu, semangat hidup mandiri Sutiah tak pernah luntur. Dia mendaftar haji dan mengikuti tahapan manasik dan persiapan lainnya dengan tekun. “Senang akan berdoa di Makkah,” ujarnya semringah.

Dengan demikian, wong ndeso yang berprofesi sebagai petani setiap hari ke ladang atau sawah justru yang lebih sehat dan kuat di antara CJH dan Jemaah umrah. Wong ndeso fisik selalu bergerak, pikiran ora neko-neko, hidup tenang dan damai.

Makanan yang mereka konsumsi natural, dipetik dari ladang sendiri bebas dari zat berbahaya semacam insektisida apalagi formalin. Tidak seperti wong kuto, makanan junk food pesan via gofood. Pikiran kalut oleh berbagai hal dan persoalan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...