Langsung ke konten utama

Kenapa Teman Baik Itu Penting?

Ini sekadar buat penghias, bukan mereka rombongan istri dan 'teman baiknya'

Imam Al-Ghazali pernah mengingatkan, “Jika kita berteman dengan orang pelit, lama-lama kita bisa ikutan pelit. Tapi kalau dekat dengan orang yang zuhud (tidak terlalu cinta dunia), kita pun belajar untuk tidak serakah. Sebab, manusia itu cenderung meniru kebiasaan teman terdekatnya.” (Tuhfah Al-Ahwadzi, 7:94)

Ada aforisme lawas, namun nggak lekang oleh waktu melintas masa atau kurun waktu. Begini bunyinya, “Dekat atau berteman dengan penjual parfum, kita akan mencium bau wangi parfum. Begitu juga bila berteman atau dekat dengan pandai besi, kita akan kepercikan api atau mencium bau yang tidak sedap.”  

Nasihat Imam Al-Ghazali atau petatah petitih tentang penjual parfum dan pandai besi di atas, mengandung makna dengan siapa kita bergaul sangat memengaruhi karakter kita. Bila berteman dengan orang baik, kita akan tertular karakter baiknya. Pun sebaliknya, apabila berteman dengan orang tidak baik.

Hadis Rasulullah SAW perihal pentingnya teman baik, “Seseorang itu tergantung agama temannya, maka hendaklah seseorang itu meneliti siapa yang menjadi temannya.” (HR. Abu Daud). Simak juga hadis berikut ini, “Jangan kamu bersahabat kecuali dengan orang mukmin yang bertakwa,” (HR. Ahmad).

“Teman yang paling baik adalah apabila kamu melihat wajahnya, kamu teringat akan Allah SWT, mendengar kata-katanya menambah ilmu agama, dan bila melihat gerak-geriknya teringat akan mati.” Hadis Nabi Muhammad SAW ini menjelaskan ciri-ciri teman yang baik. Teman yang baik ibarat “reminder” hidup.

Ada juga pepatah Arab, Ash-shaahib sahib (teman itu bisa menarikmu ke arahnya). Minggu petang istri kembali ke Jakarta diajak ‘teman baiknya’ untuk shooting jemaah pengajian di satu stasiun TV. Padahal, baru pulang dari Jakarta Kamis. “Asal loe gak capek silakan berangkat,” kataku memberi izin.

Nah, kenapa punya ‘teman baik’ itu penting? Salah satunya, akan datang menghampiri kesempat an-kesempatan dalam hal kebaikan. Di samping untuk tampil di TV tentu hal baik lainnya akan diperoleh “mak-mak” itu sekalian healing barang sehari. Entah ke Tamrin City atau Tanah Abang yang penting bikin happy.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...