Langsung ke konten utama

Clickbait News Title

Ilustrasi, judul berita 'nesiatimes.com' yang menarik, tapi kemudian mengecoh.

Menampilkan judul berita yang bombastis sengaja dilakukan media daring. Demi mendapat clickbait sebanyak-banyaknya. Bisa dikatakan semua media daring melakukannya secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) untuk alasan kepentingan rating berita yang tinggi. Bukan isi apalagi substansi.

Contoh judul berita yang disusupi kepentingan rating melalui clickbait, adalah seperti yang saya sematkan sebagai ilustrasi posting blog hari ini. Semula saya mengasumsikan itu adalah dampak demo --para-para-- driver ojol secara besar-besaran di beberapa kota, Selasa (20/05/2025). Dampak signifikan, pikirku.

Tetapi apa lacur setelah saya click dan baca, ternyata itu untuk diberlakukan di Malaysia. Terkecoh kan jadinya saya. Tindakan mengecoh itu dibuat dengan unsur kesengajaan demi rating yang tinggi. Bisa jadi ada keterkaitannya dengan google adsense sebagai sumber penghasilan dari iklan yang liar berseliweran.

Sebenarnya sungguh tidak nyaman membaca media daring yang belepotan iklan. Lebih tak sudi bila berita bersambung ke halaman 2, 3, 4 bahkan 5. Pembaca sengaja digiring untuk melakukan click hingga 5 kali baru tuntas membaca seluruh berita secara utuh. Kalau saya sih lebih memilih berhenti mengeklik.

Clickbait News Title --judul berita yang bombastis-- di masa koran cetak masih berjaya dahulu, sebenarnya jamak juga dilakukan. Ketika berseteru dengan ADT, Fajar (Redaktur Eksekutif LE) memasang judul, "ADT Menyebar Ancaman" yang justru akhirnya membuat ADT ciut. Padahal, ADT terkenal sebagai orang gerot.

Judul-judul atau narasi yang bombastis itu kita temui juga pada konten berita selebriti di televisi. Apalagi kalau menyangkut gonjang-gonjing rumah tangga artis, begitu lihai narator membumbui berita sehingga sedap terdengar di telinga, memancing pemirsa agar betah berlama-lama duduk di depan TV menyimak.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...