Langsung ke konten utama

Disrupsi Media [LAGI]


Pertama tayang tahun 2013, Kompas Sport Pagi yang disiarkan setiap hari pukul 4 pagi, akhirnya dibubarkan. Tayangan Rabu (30/04/2025) adalah siaran terakhir. Githa Maharkesri sebagai
host tak kuasa menahan kesediahan saat berpamitan kepada pemirsa. Matanya berkaca-kaca menyiratkan tangis yang berusaha dibendung.

Disrupsi media yang membunuh perlahan media besar semakin tak terelakkan di tengah situasi ekonomi yang sulit saat ini. Koran cetak yang masih terbit di pusat tinggal beberapa gelintir, di antaranya Kompas, Media Indonesia, Warta Kota, Pos Kota, Super Ball, Rakyat Merdeka, dan tabloid Nyata. Yang lainnya almarhum.

Layoff Kompas TV bukan satu-satunya. Ada 12 perusahaan media yang melakukan PHK dan membubarkan beberapa program acara demi efisiensi. Rupanya tidak hanya pemerintah saja yang melakukan efisiensi, perusahaan partikelir pun ikut serta. Lalu, CNN Indonesia melakukan PHK terhadap 200 karyawan divisi newsroom dan bagian produksi.

MNC Group (RCTI, MNCTV, GTV) merumahkan 400 karyawan, TV One memecat 75 karyawan, Viva.co.id menutup kantor operasional di Pulogadung. TVRI yang lebih dulu heboh karena memberhentikan tenaga outsourcing dan kontributor daerah. iNews menutup biro Jawa Timur. RRI PHK tenaga outsourcing dan non-PNS demi ngirit anggaran.

Global TV memangkas 30 persen tenaga kerja produktif sebagai bagian dari efisiensi biaya operasional. Emtek Group (SCTV & Indosiar) melakukan efisiensi dengan memangkas 100 karyawan lintas divisi. ANteve melakukan restruktirisasi, merumahkan 57 karyawan. NET TV yang diakuisisi MD Entertainment juga memangkas karyawan.

Beberapa platform media berita digital yang tadinya dikelola secara mandiri oleh founder dan partners, pada akhirnya lesu darah juga. Tempat anak ragil bekerja konon katanya sudah terkontaminasi gelontoran duit cukong tembakau. Setelah bank, kini media dimasuki pengusaha rokok. Bank milik Sudono Salim dulu, kini dimiliki pengusaha rokok gerot.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...