Langsung ke konten utama

Dari Even ke Even

Buku antologi puisi "Si Binatang Jalang"

Setelah kutelusuri
flyer-flyer yang di-share kawan-kawan dan kuhitung ada 12 even lomba atau nubar (nulis bareng). Puisi tema ‘Cinta Lintas Negara’ tidak lolos kurasi, puisi tema Ramadan Suci tidak jelas kabarnya. Puisi bertema ‘pagar laut’ tidak lolos kurasi, puisi tema ‘Chairil Anwar Si Binatang Jalang’ buku antologinya di-launching pada puncak perayaan Hari Puisi Nasional di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, Selasa, 29 April 2025.

Puisi tentang Bogor untuk menyambut Hari Jadi ke-543 Kabupaten Bogor on progress kurasi dan menunggu hasil. Oke, selamat jalan puisi tema ‘Swara-Swara Anak Pulau’ Ahli Waris Sah Republik Indonesia telah ngandang di Google Drive panitia. Saya mengkreasi puisi tentang pulau Rempang yang penduduknya terusir dan pulau-pulau kecil sekitar Gunung Anak Krakatau yang penduduknya hidup berdampingan dengan pusat bencana.

Ada even nubar pentigraf (cerita pendek tiga paragraf) yang ‘agak laen’ karena peserta ‘wajib’ order 2 eks buku antologi pentigraf dengan harga tebusan yang aduhai. Sudah dikirim ke WA norek tempat transfer uang tebusan. Aku pikir, bukunya belum jadi kok sudah kudu transfer, iki piye ceritane. Tapi, mungkin memang SOP mereka begitu, untuk mengetahui seberapa banyak uang masuk untuk bisa menghitung biaya cetak buku.

Hingga akhir Juni ke depan masih ada empat even nulis puisi bertema mesti dicermati agar deadline tidak terlewatkan. Puisi bertema MBG –makan bergizi gratis– terlewat begitu rupa. Karena melalui facebook sehingga yang tersimpan berupa link facebook bukan berupa flyer. Oke, yang tidak lolos kurasi dan yang terlewat, selamat jalan. Tinggal yang sedang berjalan dan yang akan datang yang perlu ‘diselamatkan’ jangan sampai ketinggalan.

   

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...