Langsung ke konten utama

PHP yang Dijanjikan

Ilustrasi, BHR Ojol kok mung limapuluh ewu. (image source: BatasMedia99)

Berlalu sudah euforia menyambut Idulfitri dengan kemewahan atau kesederhanaan. Mewah bagi yang berkecukupan, sederhana bagi yang perekonomiannya terbatas. Banyak pendapat Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Kendati PPN 12 persen tidak serta merta menohok, namun ekonomi global diam-diam jadi ancaman setelah Donald Trump kembali.

Berlalu sudah bulan Ramadan, telah pergi meninggalkan para perindunya. Dimintanya menunggu sebelas bulan lamanya, ditunggu saja hingga kelak Ramadan kembali datang. Siapa yang masih berjumpa dengannya, maka beruntunglah ia/dia. Siapa yang sudah tidak berjumpa lagi dengannya, maka Ramadan tahun ini adalah Ramadan terakhir baginya.

Berlalu sudah wajah semringah pelaku ojol dan kurir online yang dijanjikan THR oleh Kementerian Ketenagakerjaan. Tapi, ketika ada yang menerima BHR (Bonus Hari Raya) hanya 50K, tak urung membuat Wamenaker Emanuel Ebenezer murka. Ia menuding aplikator rakus. Yang berniat ngasih THR kan pemerintah. Mungkin begitu alasan mereka.

Sedih kali kata orang Batak. Memang, padahal omset driver ojol berkisar 70 juta hingga 90 juta per tahun, tapi penghasilan riil mereka dari hari ke hari ‘menyayat hati’ saking amat menyedihkan. Maka, seringkali menemui driver yang minta di-cancel dan opsi pesanan online diganti jadi off line saja agar mereka tak dikenai potongan terlampau banyak.

Ya, potongan dari aplikator memang cukup memangkas pendapatan harian driver ojol. Apalagi jumlah driver tidak sebanding dengan jumlah calon pengguna jasa mereka. PHK masal yang melahirkan banyak pengangguran, beralih profesi jadi driver ojol adalah pilihan terbaik daripada jadi pengangguran dan terpuruk dengan kesedihan yang melanda.

Driver ojol jumlahnya tambah banyak adalah keniscayaan. Jumlah pesanan ojol baik bike maupun go food atau go send tidak terlalu signifikan, membuat penghasilan driver ojol kian menyusut. Wajar saja Wamenaker murka ketika jerih payah mereka sebagai mitra kerja aplikator hanya dihargai dengan BHR sebesar 50K. Kata Bang Haji Oma Irama, terlalu!


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...