Langsung ke konten utama

Hari Puisi Nasional [1]

KMP Athaya dari PT Jemla (foto: IG Athaya)

Debut lagi. Setelah UWRF 2023 di Ubud, Bali dan JSAT 2024 di Banyuwangi silam, kini ke PHPN 2025 di TIM, Cikini, Jakarta Pusat. Kembali memanjangkan catatan sejarah dari kesenangan membaca dan tulis menulis.

Ubud Writers and Readers Festival, Jambore Sastra Asia Tenggara, dan Perayaan Hari Puisi Nasional ini, semuanya adalah tentang membaca dan menulis. Semuanya tentang karya sastra dan geliat kesastraan.

Malam ini, ditemani istri, aku berangkat ke Jakarta dengan Damri untuk acara hari puisi. Menyeberang Selat Sunda dengan KMP Athaya. Kapal yang nyaman, beruntung pas sekali sepertinya, ketemu kapal ini.

Waktu hendak ke Bali juga dengan Damri dahulu ke Gambir. Dari Gambir ke Bandara Soeta juga numpak Damri. Baru mabur numpak pesawat. Pun sebaliknya saat pulang kembali dari Bali ke Bumi Lada tercinta.

Ke Ubud dahulu dan ke TIM ini agak merasa santai. Kondisi fisik sedang fit. Waktu ke Banyuwangi baru empat hari pulang dari umrah, kendati saya fit, istri sampai Banyuwangi terkena demam ringan saja.

Sedemam-demamnya dia, masih saja berpembawaan ceria karena dah terbiasa dengan aktivitas mengajar berinteraksi dengan anak didiknya dan kawan-kawan seprofesi, tawa canda selalu terkembang menghiasi.

Waini, di Banyuwangi, kami menikmati kuliner khas Blambangan sego tempong dan rujak soto. Di Jaksel, tidak jauh dari indekos anak ragil sudah ada sego tempong negoro milik Vicky Nitinegoro dan King Abdi.

Sudah diancang-ancang akan kulineran di sana. Istri, kata dia, terkesan sekali dengan sego tempong saat di Banyuwangi, pengin rasanya ke Banyuwangi lagi jika saja dekat. Sayang jauh sekali, lama di perjalanan.

Maka, senyampang hari Kamis tanggal merah karena May Day, ya, sudah kita kulineran sama anak ragil, kali aja di 'hari raya para buruh' itu kantornya meliburkan kegiatan karyawannya. Bonus di luar cuti tahunan.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...