Langsung ke konten utama

Panci Gagang Kayu

Gegara hp, gegara medsos, gegara teledor, gegara gegara... Pokoknya, apalah-apalah bisa jadi gegara.

Jadi, ceritanya begini, saya jerang air di kompor pake alat masak air seperti teplon, bergagang kayu.

Kalau di lokapasar picuki.com namanya panci stainless steel bergagang kayu, boleh cek sendiri.

panci stainless steel bergagang kayu, foto praolah dari gambar di lokapasar picuki.com.

Beberapa kali saya lakukan itu, beberapa kali alpa sehingga airnya sat dan gagang kayunya panas.

Karena terkena panas aluminium wadah air, gagang kayunya gosong dan goyang. Terpaksa dipotong.

Dipotong bagian yang gosong. Berkurang dua senti itu gagang. Sekali begitu, dua-kali juga begitu.

Terulang lagi, akhirnya gagang kayu terpotong terus sehingga menjadi semakin pendek, gak proporsional.

Tadi pagi untuk kali terakhir gagang kayu pendek itu gosong dan goyang. Gak mungkin lagi dipendeki.

Terpaksa harus diganti. Saya gergaji gagang sapu yang sudah terparkir. Karena kekecilan jadi lobok.

Saya akali untuk menambal dengan pinggiran kayu gagang sapu. Saya pakai cutter untuk mengiris.

Tarikan mengiris ke arah tangan kiri yang memegang gagang sapu, cussss pisau cutter menjilat jempol.

Kedalaman luka mungkin setengah senti, darah segar mengucur. Pengin setop dengan getah pisang.

Ternyata pendarahan aktif tak bisa diatasi hanya dengan getah pisang. Saya minta diantar ke klinik.

Dua jahitan harus disulamkan ke luka berdarah segar itu. Dua macam obat diminum plus satu tube salep.

Beruntung sih ada klinik pratama tidak jauh dari rumah. Hanya tiga kali ngegas motor sudah sampai.

Ada dua klinik di komplek perumahan BKP, keduanya di jalan jalur dua. Satu KCS tepat di jalan dua jalur.

Satunya IDSA di sebelah minimarket IDSA, di salah satu sudut dari perempatan jalan bundaran BKP.

KCS lebih dahulu beroperasi di perumahan BKP ini, klinik pratama IDSA menyusul kemudian setelahnya.

potret diri si jempol pascaoperasi



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...