Langsung ke konten utama

Sapi Limosin

Hari Raya Iduladha tinggal hitungan hari. Lebih kurang lima minggu ke depan akan tiba. Pada batang-batang pohon di pinggir jalan sudah terpaku banner penawaran hewan qurban. Iklan gratis dengan cara memakukan banner pada pohon telah ditempuh siapa saja guna menarik konsumen.

Siapa saja konsumen mereka? Tentu saja orang-orang yang hendak mempersembahkan sembelihan qurban disaat hari raya Iduladha nanti. Atau agar lebih mendekat dengan calon pembeli hewan qurban, akan ada penjual hewan qurban menggelar dagangan di pinggir jalan menjelang hari raya.

Dengan begitu, konsumen bisa melihat langsung wujud rupa hewannya dan bisa memilih yang mana hewan yang cocok dengan budget yang disediakan. Pasaran harga kambing berkisar Rp2,5—5 juta, tergantung ukuran dari kecil, sedang, hingga besar atau gemuk tidaknya, serta jenisnya.

Ada pula yang mendatangi langsung ke sentra peternakan. Di sana bisa lebih leluasa memilih hewan yang diinginkan, tetapi lagi-lagi, –jangan lupa– harus sesuaikan budget. Misalnya, hendak membeli sapi dengan budget Rp15 juta, tentu saja ada. Tetapi, ukuran sapinya masih kecil banget.

Tentu, semakin besar budget, dengan sendirinya akan diikuti semakin besar ukuran hewan qurban (sapi atau kambing) yang akan diperoleh. Jenis hewan qurban juga berpengaruh pada harga jualnya. Sapi lokal ada jenis sapi Aceh, Madura, Bali, Sumbawa, Jabres (Jawa Tengah), dan sapi pesisir.

Di samping sapi jenis lokal, ada sapi jenis peranakan ongole yaitu sapi yang memiliki tubuh yang tinggi tegap, memiliki punuk besar dan kulit berwarna putih keabu-abuan. Sapi jenis ini biasa dijadikan sapi pekerja. Misalnya, menarik pedati mengangkut hasil bumi atau membajak sawah.

Ada juga sapi jenis Limosin. sapi ini pertama dikembangkan di Prancis. Sapi jenis Limosin inilah yang pada tahun 2010 diserahkan Presiden SBY kepada Panitia Qurban Masjid Istiqlal. Sapi dengan bobot 1,2 ton dan tinggi 172 Cm itu dibeli Pak SBY dari peternak di Pasuruan, Jawa Timur.

Nah, berkenaan dengan hewan qurban pada Hari Raya Iduladha nanti, kami bertujuh warga RT 12 membentuk “arisan qurban” menabung dana sebesar Rp300 ribu per orang selama 11 bulan. Total terkumpul Rp23,100 juta. Sepertinya cukup untuk beli sapi berukuran sedang.

Pada survey pertama ke sentra peternakan 8 Januari 2023, belum banyak pilihan. Disarankan oleh pemilik sentra peternakan agar kembali lagi nanti setelah Idulfitri. Tadi siang, ceritanya kami kembali ke sentra peternakan untuk menentukan pilihan. Mencocokkan dana dengan harga.

Tentu saja, lagi-lagi harus menyesuaikan budget. Total tabungan arisan kami Rp23,100 juta, berarti hanya akan memperoleh sapi seharga segitu. Setelah “pilih-pilih tebu”, tunjuk ini tunjuk itu, ternyata susah juga mensinkronkan budget dengan sapi-sapi yang nggeregeti pesonanya.

Tawar menawar tidak bisa dihindari demi mensinkronkan besaran dana dengan sapi yang diidam-idamkan. Akhir cerita, karena berkat ada “Faktor X”, akhirnya kami dikasih sapi yang lumayan besar hanya dengan harga Rp23 juta dari yang semestinya berharga Rp24,700 juta. Bejo ning urip.

Alhamdulillah –sebut kami semua– begitu kesepakatan tercapai, deal harga dengan sapi yang diinginkan. Ternyata dengan mendatangi langsung ke sentra peternakan, lebih memuaskan hati. Bisa melihat dan memilih langsung barangnya, bisa “nego tipis” dengan santai, gak pake alot.

Saya sempat ditunjukkan dengan sapi jenis Limosin di sana. Sapi berjenis kelamin betina, itu sengaja untuk dijadikan bibit. Kebetulan pas sedang bunting pula. Sapi-sapi betina untuk menghasilkan anak ditempatkan di ruang khusus, yaitu ruang karantina selama masa buntingnya tersebut.

Inilah sapi yang kami peroleh setelah pilih-pilih tebu, tunjuk yang ini, tunjuk yang itu”


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...