Langsung ke konten utama

Siklus 5 Tahunan

Muncul di beranda fesbuk “memory 5 years ago”, lima tahun mio GT anak ragil cek fisik di Jogja. Tahun ini cek fisik di Jakarta. Perubahan tempat cek fisik mengikuti pergantian situasi. Lima tahun lalu ia masih kuliah, sekarang sudah bekerja di Jaksel. Sudah jadi bagian “anak jaksel” begitu.

Tadi pagi jelang siang saya ke samsat rajabasa. Sebenarnya persyaratannya belum lengkap. STNK asli nggak katut ia kirim, begitupun KTP asli harus pinjam pakai ke kakaknya karena motor atas nama kakaknya. Syukur berkas cek fisik yang nggak lengkap itu bisa lolos di loket cek fisik.

Satu langkah selesai, legalisir berkas cek fisik. Namun, ketika diarahkan ke ruang pendaftaran, kecegat oleh petugas di meja luar pintu, berkas ditolak karena belum lengkap. Saya coba berkelit dengan menunjukkan foto KTP yang dikirm anak via WA. “Coba tanya petugas informasi,” katanya.

Petugas informasi pun menolak. Ya, sudah pulang saja. Sementara, menuggu kurir ekspedisi datang mengantar kiriman paket STNK dan KTP, yang penting legalisir berkas cek fisik sudah didapat. Tenggat waktu masih lapang, kalaupun telat satu-dua hari, paling bayar denda, risiko namanya.

Dari omon-omon sama petugas cek fisik di area parkir, “Sekarang dendanya paling Rp8K, nggak dihitung satu tahun kayak dulu,” kata dia. Pikir saya, kalau cuman segitu, ya, murah. “Dan, kalau hanya telat sehari—dua hari, masih bisa kok,” lanjutnya. Ya, mudah-mudahan nanti lancar.

Bayar pajak dan ganti pelat nopol kendaraan ini kerja siklus 5 tahunan. Ribetnya minta ampun. e-KTP fisik masih diminta untuk difotokopi. Jadi, belum maju-maju amat teknologi di samsat meski pemerintah sudah menggulirkan mengganti KTP elektronik fisik menjadi KTP digital sejak 2022. 

Identitas Kependudukan Digital (IKD) pengganti e-KTP bertujuan menghemat pembiayaan kartu identitas dan mencegah terjadi pemalsuan atau penyalahgunaan data kependudukan. IKD lebih praktis, tertanam di ponsel. Jadi tidak akan hilang kecuali jika ponsel sampeyan yang hilang.

Karena berbentuk aplikasi di smartphone yang dilengkapi QR Code, maka KTP digital mudah dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan yang mengharuskan penggunaan data kependudukan. Tetapi, saat penggunaan itu tentu harus didukung koneksi internet atau minimal kuota data.  

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...