Langsung ke konten utama

Hari Tidur Sedunia

ilustrasi gambar milik Hypeabis

Saya punya problem tidak bisa berpindah tempat tidur. Problem nyelenéh ini sudah saya tulis dan posting di blog ini juga. Di twitter (X) ada artikel tentang Hari Tidur Sedunia atau World Sleep Day. Nah, ini juga nyelenéh. Siapa, ya, pencetusnya.

Jadi, hari tidur sedunia pada tahun ini jatuh pada hari Jumat, 15 Maret. Perayaannya setiap tahun selalu berbeda-beda tanggalnya, tetapi tetap di bulan Maret. Maka, tahun ini jatuh pada tanggal 15 Maret. Dilansir dari https://worldsleepday.org/

Uniknya, tema World Sleep Day tahun ini adalah “Sleep Equity for Global Health atau Kesetaraan Tidur untuk Kesehatan Dunia”. Nah, tidur pun dibutuhkan kesetaraannya. Ada yang bisa tidur nyenyak, ada yang insomnia, ini belum setara.

Seperti halnya makan, tidur adalah kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi setiap hari. Berapa lama kita harus tidur setiap hari? Idealnya 8 jam. Tetapi tiap orang tidak tentu dosisnya, ada yang cukup 6 jam bahkan 4—5 jam saja bisa.

Ada problem lain selain tidak bisa berpindah tempat tidur seperti yang saya alami, yaitu insomnia. Orang menderita insomnia akut, tidak tidur berhari-hari, tetapi seperti biasa saja. Ada yang sekadar tidak bisa tidur dengan lelap.

Tidak bisa tidur dengan lelap sepanjang 8 jam, mungkin baru tidur 2 jam terbangun ke kamar mandi pipis, tidur lagi 2 jam dan terbangun lagi dan tidak bisa lagi tidur hingga pagi menyapa. Keadaan itu yang disebut gangguan tidur.

Tidak sedikit pula orang yang masuk kategori “pelor” nempel bantal langsung molor. Biasanya orang-orang berbodi tambun masuk golongan yang “pelor” ini. Orang-orang seperti itu, di mana pun (bus, kereta api, pesawat) mudah tertidur.

Saya hampir pasti gak tidur di moda transportasi tersebut. Kalaupun tidur paling lama setengah sampai satu jam, sesudahnya akan melek terus. Gadis berwajah indo di sebelah saya tidur lelap sekali dalam penerbangan BaliCengkareng.

Saya perhatikan penumpang lain, mengobrol, ada yang sibuk menenangkan balitanya yang rewel, penumpang bule asyik baca buku di ipad. Yang bisa atau biasa tidur di moda transportasi begitu mungkin yang kategori orang yang “pelor” tadi.

Naik bus Lampung—Jogja atau sebaliknya, saya cenderung melek sepanjang jalan, perhatikan keadaan jalanan sehingga tahu macet apa tidak, berapa kecepatan bus, apa saja yang disalip, masuk keluar tol di mana saja bisa saya ketahui.

Naik pesawat lebih tidak terpancing untuk tidur. Apa coba pemandangan di ketinggian angkasa selain gumpalan awan seputih kapas, langit biru yang semringah, panas matahari menampar jendela pesawat, dan dengung mesing pesawat.

Bagi saya, itu semua momen yang langka, kan naik pesawat tidak saban hari, manfaatkanlah momen langka itu. Bukankah sudah cukup hidup di bawah lengkung langit, disuguhi kenyataan  kebutuhan pokok yang langka entah mengapa.

Di bulan puasa ini, kata ustaz, "Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah." Itu disampaikan sebagai materi pengisi kultum sebelum salat Tarawih. Hadis tentang pernyataan itu diragukan kesahihannya karena perawinya suka berdusta.

Betul tidak, senyampang perayaan Hari Tidur Sedunia bersamaan dengan kita menjalankan ibadah puasa. Maka, selamat menikmati tidurmu bernilai ibadah. Tetapi, jangan bermalas-malasan dan tiduran mulu. Selamat Hari Tidur Sedunia.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...