Langsung ke konten utama

“Bercanda”


Jelang Ramadan harga bahan pokok naik. Selalu begitu, dari Ramadan ke Ramadan. Nanti jelang hari raya Idulfitri, harga kembali naik. Weh, boro-boro turun, malah naik maning. Kebutuhan pokok (entah berapa macamnya) tidak lagi sembilan sehingga disebut “sembako” seperti dahulu. Saat ini kuota data juga sudah menjadi kebutuhan.

Punya pacar pun kebutuhan. Ketidaknyamanan klasik bagi para jomlo, terutama cewek (pada saat hari raya) adalah ketika bersilaturahim dengan keluarga besar (pihak ayah atau ibu). Pasti saja ada yang bakal iseng bertanya dengan dibungkus bercanda, “Kapan, nih, Mbak Anu?” Yang ditanya, dengan senyum malu, akan menjawab sekenanya.

Yang dimaksud “kapan, nih” itu, ya, kapan nikah. Di mata si penanya itu, seolah-olah apabila sudah dewasa seseorang harus menikah dan menjalani hidup berumah tangga karena orang yang sudah menikah niscaya lebih berbahagia daripada orang yang masih melajang. Padahal, kan belum tentu begitu. Bisa jadi dengan menjomlo lebih bahagia.

Mindset orang berbeda-beda. Si “Mbak Anu” yang ditanya mungkin sengaja menunda pernikahan dengan pertimbangan tertentu. Cewek yang biasa nyaman dengan diri sendiri, tentu mikir bila oleh sebab pernikahan dia akan kehilangan privasi. Kepercayaan terhadap pasangan hidup pun jadi suatu yang dipertimbangkan dengan matang.

Makin ke sini makin nyata, orang-orang yang menunda pernikahan karena berbagai alasan. Misalnya, karier yang sedang matang-matangnya, keleluasaan dalam kehidupan yang mandiri tanpa ada yang mengatur begini begitu. Ada juga yang merasa kurang siap menghadapi kemungkin terburuk dari perkawinan yang dibangun.

Kalaupun menikah, banyak pasangan yang sepakat dengan prinsip yang di luar mainstream, yaitu childfree alias tanpa anak. Padahal, di hari pernikahan mereka, banyak orang mendoakan semoga “samawa” dan cepat diberi momongan yang salih dan salihah. Yang terjadi, tanpa orang ketahui, mereka memutuskan untuk childfree.

Jepang dan Hongkong mengalami defisit populasi karena perubahan gaya hidup anak muda di dua negara tersebut. Yaitu, gak pengin nikah dan ogah punya anak. Karena itu, di kedua negara tersebut jumlah kelahiran dan populasi anak usia sekolah menurun drastis. Akibatnya banyak sekolah di sana kekurangan murid dan terancam tutup.

Gaya hidup seperti dua negara di atas, tampaknya sudah menggejala di negara kita. Semakin banyak cewek cowok yang betah menjomlo meski usia sudah berkepala 3. Mereka enjoy saja membangun karier dan menunda pernikahan. Yang sudah menikah menunda kelahiran anak atau bahkan ada yang memutuskan tidak pengin punya anak.

Laporan Kompas.id kemarin Rabu (6/3/2024) bertajuk, “Sekarang Makin Banyak Orang Muda Enggan Menikah”. Merujuk data Badan Pusat Statistik, Kompas merilis angka pernikahan di Indonesia mengalami penurunan yang signifikan sejak tahun 2018 hingga 2023. Pada tahun 2018, angka pernikahan tercatat 2.016.171 pasangan.

Tahun 2019 turun menjadi 1.968.978 pasangan, tahun 2020 kembali turun lagi menjadi 1.792.548 pasangan. Tahun 2021 turun menjadi 1.742.049 pasangan. Tahun 2022, BPS mencatat perkawinan yang terjadi adalah 1.705.348 pasangan. Tahun 2023, yang menikah 1.577.255 pasangan atau turun 128.093 pasangan dari tahun sebelumnya.

Nah, dari fakta terjadinya penurunan jumlah pasangan yang menikah di atas, tentu ada sebab-musabab dan alasan masing-masing orang yang menunda atau enggan menikah sama sekali. Maka, masih pentingkah “bercanda” dengan mempertanyakan status seseorang di hari raya? Jomlo itu, masalah buat mereka atau yang nanya?


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...