Langsung ke konten utama

Hak Perempuan


Google merayakan Hari Perempuan Sedunia. Pada hari spesial ini, doodle google menampilkan ilustrasi yang menggambarkan perempuan lintas generasi dalam selimut sulam yang menjadi simbol kemajuan.

Doodle adalah rekayasa logo google menjadi gambar atau ilustrasi yang didesain khusus berkenaan dengan seorang tokoh atau peringatan hari tertentu. Dibuat untuk menggembirakan pengguna google.

Awal mula doodle dibuat pada 1998, dikonsep langsung oleh pendiri google Larry dan Sergey. Desain awalnya dikerjakan oleh webmaster Dennis Hwang, diteruskan kemudian oleh ilustrator profesional.

Perayaan ini untuk mengenang peristiwa dua demonstran awal Hari Perempuan di Saint Petersburg dan New York City. Meski dilakukan di dua tempat berbeda, aksi unjuk rasa itu punya tujuan yang sama.

Yang diperjuangkan dua perempuan demonstran di Saint Peterburg dan New York City itu ialah untuk mencapai kesetaraan gender termasuk kesempatan bekerja yang adil dan aman, dan hak untuk memilih.

Bukan hanya hal itu, melainkan juga menuntut hak untuk memegang jabatan publik bagi perempuan. Sejak itu, di Amerika Serikat mulai banyak perempuan berkiprah di pemerintahan dan sektor swasta.

Di Indonesia sendiri, pahlawan perubahan untuk adanya emansipasi wanita adalah Ibu RA Kartini. Atas perjuangan beliau, persamaan hak antara wanita dengan pria makin ke sini makin bisa dirasakan signifikan.

Akan tetapi, makin ke sini makin gamblang saja masih adanya diskriminasi terhadap perempuan. Kekerasan dalam rumah tangga, pemerkosaan, eksploitasi anak perempuan di bawah umur masih marak terjadi.

Partisipasi perempuan yang duduk di kursi parlemen di Senayan juga makin banyak, tetapi keterwakilan 30 persen perempuan di parlemen belum bisa diwujudkan oleh karena berbagai kendala dan tantangan.

Tantangan terberat bagi caleg perempuan di pemilu legislatif adalah mengawal hasil perolehan suara mereka di TPS agar tidak kena “begal” di tengah jalan oleh oknum yang bermain untuk me-mark up suara caleg lain.

Hari Perempuan Sedunia dirayakan kali pertama oleh PBB pada 8 Maret 1975. Semenjak itu, hak-hak perempuan di dunia mulai banyak yang diakomodasi. Artinya, banyak kemajuan menuju kesetaraan gender.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...