Langsung ke konten utama

“Juru Selamat”

Ilustrasi “dengung” PHK (source: Liputan6.com)

Mengapa bisa seperti siklus berulang. Tiap kali menjelang Hari Raya Idulfitri, ketika pengusaha mesti membayarkan THR kepada karyawannya, pemutusan hubungan kerja (PHK) pun dijadikan “juru selamat” agar terbebas dari kewajiban itu.

Demi menghindar dari kewajiban membayarkan THR, PHK masal ditempuh sebagai jalan buat menyelamatkan diri. Memang lumayan anggaran gaji karyawan yang bisa dihemat perusahaan. Sebab itulah pertimbangannya PHK dilakukan.

Unilever Global, perusahaan raksasa dunia akan mem-PHK 7.500 karyawan demi memisahkan unit es krimnya, termasuk merek Ben & Jerry’s untuk mengurangi beban biaya dan menyederhanakan portofolio mereknya pada unit usaha es krim itu.

Produsen produk home and personal care serta food & ice cream itu akan memindahkan kantor pusat bisnis es krimnya ke Amsterdam. Rencana pemisahan unit es krim itu akan dilakukan oleh Unilever pada 2025. Tapi, dirintis sejak sekarang.

Produk es krimnya tak asing di telinga penyuka es krim. Siapa yang suka ngemil es krim tentu tahu Magnum, Cornetto, Wall’s, dan Talenti adalah pilihan merek es krim yang beredar di pasaran. Bersaing dengan merek es krim perusahaan lain.

Apa pun alasannya, PHK yang kerap terjadi jelang Hari Raya Idulfitri, entah kebetulan atau tidak, adalah pukulan bagi pekerja. Mestinya mendapat THR, jadi tidak. Mestinya mereka mudik sowan keluarga di kampung, terpaksa nelangsa sendiri.

Kewajiban membayarkan THR kepada karyawan oleh Kementerian Tenaga Kerja adalah sumber konflik antara serikat pekerja dengan manajemen perusahaan, tiap kali perusahaan mencari celah untuk mangkir, tidak mau menaati Kemenaker.

Konflik yang pecah justru dijadikan jalan bebas hambatan oleh perusahaan untuk keluar dari kewajiban tersebut. Mem-PHK aktivis buruh diambil sebagai cara menghindar dari beban tanggung jawab. Aktivis buruh pun jadi korban.

Sebagai bentuk tanggung jawab Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) terhadap anggotanya (buruh) yang di-PHK, sejak jauh hari menjelang Hari Raya Idulfitri, SPSI sigap membuka posko pengaduan. Mengantisipasi kemungkinan buruk.

Pembukaan posko aduan itu dimaksudkan untuk membantu buruh yang mendapat perlakuan tidak adil dari perusahaan. Misal terkait hak Tunjangan Hari Raya yang ditunda atau dicicil bahkan yang tidak dibayarkan sama sekali oleh perusahaan.

Dalam konteks “juru selamat”, keberadaan posko aduan itu juga bisa dikatakan sebagai jalan keluar dalam memecahkan konflik antara buruh dengan perusahaan. Sehingga ditemukan jalan tengah penyelesaian konflik secara bijaksana dan adil.

Ya, kan, Bagaimana mungkin merayakan Idulfitri dengan tenang jika diadang aral rintangan, maka dibutuhkan jalan bebas hambatan, jalan tengah (alternatif), dan jalan keluar dari jebakan PHK di akhir Ramadan. Sesuatu yang amat diharapkan.

Jalan bebas hambatannya adalah dibayarkannya THR dengan full, jalan alternatifnya THR paling tidak dicicil pembayarannya. Dengan begitu, buruh bisa keluar dari jebakan PHK yang jadi momok tiap Ramadan. Sesuatu yang dihindarkan.

Selain SPSI, Partai Buruh yang hasil rekapitulasi pemilu 14 Februari 2024 baru lalu hanya mampu meraup 0,64 persen suara, teramat jauh di bawah ambang batas parliamentary treshold 4 persen, juga buka posko. Benar-benar Partai Buruh, dah.

Ir. H. Said Iqbal, Presiden Partai Buruh yang juga Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengambil kebijakan membentuk ’Posko Pengaduan’, bagi buruh yang sengaja di-PHK dan tidak diberikan THR yang mestinya jadi haknya.

Partai Buruh membuka dua posko, yakni posko pengaduan PHK jelang Hari Raya Idulfitri dan posko pengaduan THR bagi buruh yang THR-nya tidak dibayar sama sekali, pembayarannya dicicil atau hanya sekadar ditunggak oleh perusahaan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...