Langsung ke konten utama

Hari Air Sedunia

Ilustrasi mengucurkan air (source: Timetoday.id)

22 Maret ditandai sebagai peringatan Hari Air Sedunia atau World Water Day. Berbarengan dengan menyiapkan tulisan ini, hujan deras mengguyur dan saya putar lagu Chrisye “Selamat Jalan Kekasih” yang liriknya ada untaian kata, “resah rintik hujan yang tak henti menemani”.

Lagu syahdu yang bisa menerbitkan air mata karena sang kekasih jauh dari pelukan. Sang kekasih “diminta” tak usah merisaukan air mata yang jatuh membasahinya. Walau rela melepas kepergian sang kekasih, tetap saja hati tak bisa mengingkari beratnya sebuah perpisahan.

Lagu tentang upaya menahan lara melepas kepergian kekasih itu, begitu kerap saya putar sejak dari zaman keemasan kaset dan tape recorder dahulu hingga kini melalui MP3 atau langsung melalui YouTube. Lagunya mengena di hati saya, berkenaan denga suatu peristiwa.

Ya, melepas kekasih pergi untuk selamanya. Pada hari yang kelabu itu, di sebuah taksi yang saya tumpangi secara kebetulan lagu “Selamat Jalan Kekasih” mengalun melalui perangkat audio yang terpasang di taksi, mengudara dari satu stasiun radio swasta yang dipantengin si sopir taksi.

Lagu Chrisye dan hujan deras di luar rumah menambah semangat jari saya mengetuk-ketuk papan ketik laptop. Di jalan dua lajur Perum BKP pasti aneka rupa sampah sedang berselancar di derasnya air. Sampah yang dibuang secara sembrono. Merusak keindahan lingkungan.

Limbah dari perumahan di tengah kota terbawa banjir menuju kawasan pesisir, mencemari laut. Wastewater (air limbah) mencengkeram siklus hidrologi (proses peredaran air dari laut ke atmosfer melalui penguapan, kemudian turun ke permukaan bumi dalam bentuk hujan).

Hutan gundul menghanyutkan kikisan tanah perbukitan, kayu-kayu gelondongan, mencemari sungai sumber air baku. Siapa menyadari itu? Kita tahunya hanya merayakan turunnya hujan, mencium aroma tanah basah, bunga-bunga di pekarangan kuyup dan menjadi hijau segar.

Aktivis lingkungan sudah bosan membahasakan protes kepada pemangku kebijakan agar lebih sensitif terhadap dampak limbah bagi lingkungan hidup manusia. Kampanye peduli lingkungan yang mereka gerakkan rasanya sia-sia bila tidak ada tindakan konkret pemegang kebijakan.

Akhirnya, peringatan Hari Air Sedunia masih berhias Air Mata karena kerusakan lingkungan oleh limbah terus terjadi. Pabrik-pabrik enak aja membuang limbah ke sungai tanpa dibebani rasa bersalah. Celakanya, sungai itu bermuara ke bendungan yang airnya sumber air baku warga.

Siang tadi di sebagian wilayah Jakarta terendam banjir. Di Demak, alun-alunnya bak lautan. Ikan dari kolam peliharaan warga bergelimpangan ke jalan raya setelah kolamnya diterjang banjir. Begitulah tabiat air. Kemarau, kita rindu hujan. Begitu hujan tiba sebabkan banjir, kita gerutui.

Siang tadi juga –pukul 11:22:45– gempa bumi bergetar di Timur Laut Tuban berkekuatan magnitudo 6.5 dengan kedalaman 10 km. Di Jakarta banjir, di perairan Tuban gempa. Ya, air semua itu unsurnya. Air memang suka bercanda. Kadang ngangenin kadang juga ngagetin.

Daerah Aliran Sungai Ciliwung dan Citarum merupakan dua sungai terpapar pencemaran paling parah di negeri ini. Tetapi, apa hendak dikata, coba. “Resah rintik hujan yang tak henti menemani, sunyinya malam ini sejak dirimu jauh dari pelukan, selamat jalan kekasih…”


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...