Langsung ke konten utama

Sebambangan

credit foto: Classico Sabans dari kanal YouTube: Reisya Nazwa

Sebambangan adalah salah satu adat Lampung ketika seorang bujang (meranai) pengin menyunting gadis (muli) pujaannya. Dikutip —daripada— google.com, “Pada umumnya sebambangan (Larian) merupakan perkawinan dengan cara melarikan gadis yang akan di-nikahi oleh bujang dengan persetujuan si gadis, untuk menghindarkan diri dari hal-hal yang diduga atau dianggap dapat menghambat pernikahannya seperti tata cara atau persyaratan adat yang memakan biaya cukup banyak.”

Dikutip dari onesearch.id, “Salah satu kebudayaan yangs terdapat di Lampung khususnya bagi masyarakat adat Lampung Pepadun di Kampung Srimenanti, Kabupaten Waykanan, yang telah ada sejak dahulu yaitu suatu tradisi Sebambangan (Larian). Sebambangan (Larian) merupakan langkah awal bagi gadis (muli) dan bujang (meranai) Lampung untuk mencapai bahtera rumah tangga (perkawinan).” Hingga kini masih ada juga muli yang mau diajak meranai untuk sebambangan.

Sedang khusyuk-khusyuknya salat Isa tadi, tiba-tiba terdengar dar-dor dar-dor mercon meledak, salat yang semula diupayakan khusyuk malah nggak khusyuk jadinya. Setelah keluar dari masjid, jalan pulang sambil berbincang dengan tetangga perihal ledakan mercon. “Si Anu pulang dari Larian,” kata dia. Saya langsung nyambung, “Oh, sebambangan, ya,” kata saya. “Oktober ini digelar acara pernikahannya,” lanjut si tetangga. Biasanya begitu, tidak lama dari sebambangan, digelar hajatan pesta.

Sambil makan malam saya cerita ke istri perihal suara mercon meledak tadi, bahwa si “Anu” baru saja pulang kembali setelah Larian. “Iya, ibunya sudah cerita waktu acara syukuran wisuda di rumah tonggo mburi omah pada Sabtu, 17/9/2023 pekan lalu,” cerita istri. “Oh, gitu, rupanya ibunya sudah menyinggung kalau mereka mau ada hajat menikahkan anaknya, ya,” seloroh saya kepada istri. Gitu deh, setelah nggak jadi dengan cewek di sebelah rumah kami, akhirnya ia sebambangan dengan gadis lain.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...