Langsung ke konten utama

Obrolan Senja

Gambar milik Spotify, Obrolan Senja | Podcast on Spotify |

Senja tadi datang dua orang bertamu ke rumah. Yang satu teman senam, satu lagi temannya teman senam. Karena kali pertama mereka ke rumah, maka sempat beberapa kali menelepon menanyakan posisi rumah.

Begitu tiba di depan rumah, saya lihat mereka berdua memanggul tas di punggung. Saya langsung membatin, “Wah, ini pasti mau menawarkan produk apa gitu…..” Saya persilakan masuk. Obrolan senja pun kami mulai.

Temannya teman senam memperkenalkan diri sebagai basa-basi. Kebaca dari wajahnya, saya langsung tembak dengan pertanyaan, “Orang Jawa, ya, Pak?” Ia tertawa, membenarkan. Asalnya dari Sukoharjo, Jawa Tengah.

Dirasa basa-basinya cukup, biar nggak basi beneran, ya, teman senam langsung mengarahkan obrolan ke arah ‘sektor bisnis’ yang keduanya geluti, bidang penjualan produk yang memiliki support system layaknya MLM.

Nah, kan. Apa yang menyelinap di batin tadi terjawab. Dari malam sebelumnya sudah ada gelagatnya. Teman senam pasang status WA, foto produk propolis. Saya kasih tanda jempol. Lah, berlanjut chatting. Ya, udah.

Di chat itu ia kemukakan keinginan beranjangsana ke rumah. Silaturahim, katanya. Tentu keinginannya itu ada kaitan dengan produk di status WA itu. Ia datang membawa upline, menawarkan produk, ajak gabung.

“Kami dahulu juga pernah bergelut di bisnis seperti itu melalui brand name Tianshi,” kata saya. Intinya, saya juga pernah menjalani keliling mengetuk rumah dulur dan kenalan untuk memprospek mereka agar gabung.

Bukan pekerjaan mudah meyakinkan klien untuk ikut bergabung mengingat harga produk Tianshi lumayan mahal. Walau kita berbusa-busa menerangkan dengan alat peraga dan brosur yang lengkap serta menarik.

Apalagi kalau sekadar bicara tentang kesuksesan orang lain yang sudah lebih dahulu bergabung dan memang memiliki relasi yang luas. Sementara mereka baru saja memulai dan belum ada bukti sukses bisa ditunjukkan.

Lemahnya lagi adalah hanya sekadar menunjukkan contoh produk yang mereka pasarkan tanpa adanya brosur yang berisikan keterangan sistem membangun jaringan bisnis dan reward bila meraih level tertentu.

Kelemahan lain, memakai strategi pemasaran a la toko baju di Bambu Kuning. Seperti pedagang yang mencari pelaris pagi-pagi ketika toko baru dibuka. Cenderung ‘menekan’ dengan rayuan agar pengunjung membeli.

“Kita, sih, itung sebagai silaturahim menambah teman pergaulan,” kata temannya teman senam. “Kalaupun kita ditolak, ya, tidak apa-apa,” lanjutnya. Ya, sudah, untuk sementara saya dan istri berkelit secara halus.

“Besok, kan, kita senam. Untuk keputusan selanjutnya bisa dibicarakan dengan teman senam ini,” kata saya kepada temannya teman senam. Azan Magrib mulai terdengar di kejauhan. Obrolan senja pun kami sudahi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...