Langsung ke konten utama

Latihan Otak

anggota grup senam persadia "Angsa Putih" berpose seusai senam, Minggu (17/9/2023).

Usai senam pagi tadi, instruktur senam pengin ngetés kekuatan pikiran dus daya ingat para lansia angota senam. Caranya menghitung 1–8, 1–7, 1–6, 1–4, 1–2, 1–1. Tentu ada yang ingat dan cakap menyempurnakan hitungan tanpa kesalahan, tetapi ada juga yang salah.

Yang masih saja salah dianggap daya ingatnya mulai menurun. Menurunnya daya ingat merupakan salah satu tanda bahwa usia sudah senja. Ibarat waktu, senja adalah suasana temaram setengah gelap sesudah sang surya tenggelam dan menjelang malam gelap gulita.

“Usianya sudah senja.” Itu artinya masa hidupnya sudah dekat kematian. Para lansia peserta senam rata-rata usianya sudah senja karena kebanyakan adalah para pensiunan. Hanya sebagian kecil saja yang masih aktif bekerja, tetapi sudah mendekati usia pensiun.

Maksud instruktur senam memberikan tes hitungan itu untuk latihan otak. Otak kita terdiri atas otak kiri dan otak kanan. Mengekspresikan emosi dan imajinasi dengan tepat itu adalah latihan untuk otak kanan, yaitu mengerjakan tugas-tugas ekspresif dan kreatif.

Sedangkan otak kiri memiliki peran untuk perhitungan dan bekerja dengan logika. Seperti mengingat dan mengucapkan hitungan di atas. Semua peserta senam walaupun kebanyakan lansia nyatanya bisa mengingat dan mengucapkan hitungan dengan suara yang keras.

Walaupun otak kita dibedakan atas otak kiri dan otak kanan, tapi bukan berarti keduanya terpisah. Masing-masing memiliki peran yang berbeda dan saling bekerja sama menjalankan fungsinya. Keduanya saling melengkapi, ibaratnya yang satu pilot, satunya co-pilot.

Seru. Begitulah kesan yang tertangkap dari suasana senam pagi tadi. Setelah empat kali mengikuti senam, badan terasa memang agak lebih enak. Di awal-awal memang iya efeknya agak kurang enak. Habis senam badan malah terasa seperti hendak demam. Aneh kan?

Setelah empat pekan atau empat kali mengikutinya, pagi tadi terasa berbeda. Badan terasa segar dan tidur siang jadi lelap sekali. Bagaimana kalau seperti Dahlan Iskan yang tiap pagi senam? Tentu akan lebih besar efeknya bagi kesehatan. Badan lebih sehat dan fit.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...