Langsung ke konten utama

Sweet Home Pasmud

Bunga papan bagi ultah ke-50 perumnas.

Deretan bunga papan berjejer di gerbang Kluster Bukit Mutiara sejak beberapa hari lalu. Tertera tulisan angka 50 penanda usia Perum Perumnas. Oh, rupanya ucapan selama ulang tahun ke-50 Perumnas. Perumnas berusia 50 tshun sejak dibentuk tahun 1974 di era Orde Baru.

Sembari jalan sore, saya iseng mampir meliha-lihat rumah yang sedang dibangun. Kebetulan ada marketing staff yang sedang piket di posko sekuriti, maka terjadilah ‘omon-omon’ tentang rumah yang ia pasarkan. Sekalian diajaknya melihat langsung rumah contohnya.

Pas masuk, kaget inyong. Sudah ada furniture berupa bangku mini di ruang tamu, ada tangga menuju lantai mezzanine, springbed di kamar anak dan kamar utama, dapur dan kamar mandi. Di tanah kosong bagian belakang ada bangku letter L di sudut taman.

Rumah tipe 45 tertanam di lahan seluas 7x16 m itu benar-benar cocok buat ‘sweet home pasmud’ yang baru saja marriage dan belum punya momongan. Andaipun sudah memiliki satu anak, toh sudah tersedia satu kamar anak di samping ruang tamu.

Pasmud (pasangan muda) perkotaan memang kebanyakan tinggal di kluster. Pasmud yang sama-sama bekerja tentu akan lebih tenang meninggalkan rumah bekerja bila ada sistem pengamanan terpadu oleh sekuriti yang jaga 24 jam melakukan patroli berkala.

Apalagi di DKJ (Daerah Khusus Jakarta), para pekerja pada umumnya merupakan penglaju dari ‘botabek’ yang berangkat subuh pulang malam, akan lebih nyaman bila tinggal di perumahan kluster karena lebih bebas dari rasa was-was takut kemalingan.

Beda dengan tinggal di lingkungan kampung yang relatif kurang terjamin keamanannya. Tetapi, tentu saja lebih memuaskan dari segi ukuran tanah dan bangunan rumah sebab lahannya biasanya lebih luas karena berasal dari tanah yang dikavlingkan.

Lalu, dari ‘mon-omon’ tadi berapa harga rumah yang ditawarkan marketing staff itu? Mau tau aja apa tau beneran? Untuk jelasnya silakan datang langsung saja ke Marketing Galeri Perumnas di pertokoan yang letaknya tidak jauh dari gerbang atas.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...