Langsung ke konten utama

Kesasar Menemukan

Ilustrasi, image source: AQskill

Cerita pendek sepanjang 500 kata untuk serial “Dari Pogung ke Pugung” dengan tokoh Nurhidayah dan Fauzi, saya tulis 8 seri. Bila dieksplor lagi dengan pengembangan cerita sepertinya bisa jadi kumpulan cerita pendek hingga belasan atau puluhan seri.

Hal itu saya sadari setelah kembali menulis cerita pendek 500 kata dengan tokoh Shilla dan Panji. Serial pertama berjudul “Dari Halte ke Hati” telah dimuat di blog ini tanggal 25/7/2024 pukul 10:10 PM. Sampai tadi sore sudah sampai seri ke-6 yang selesai.

Seri ke-7 bakda Asar tadi penulisannya terhalang waktu magrib. Cerita dengan setting anak kos, kisah asmara akan jadi bumbu penyedapnya. Asmara yang tidak mulus, putus nyambung, ghosting, dan putus beneran, niscaya akan seru bila ada juga déjà vu.

Jika iya bisa saya tulis hingga belasan atau puluhan seri, maka bisa jadi satu buku, apa pun namanya, apa kumpulan cerita pendek, novelet atau novel. Di tangan penyunting atau editor hal itu tahu jawabnya. Yang penting, sekarang saya tulis saja dulu.

Asyiknya menulis, hanya akan terasa bila imajinasi bisa bekerja dengan asyik pula. Tapi, meski imajinasi asyik menemukan kata-kata membentuk kalimat, belum tentu menarik dan bikin asyik pembaca. Itulah tantangan menjadi penulis yang ‘beneran’.

Kalau sekadar menjadi penulis yang asyik, ya, cukup berasyik-asyik menulis saja. Menulis tentang apa saja seperti yang saya lakukan buat mengisi konten blog ini. Tentang siapa pembacanya, ya, siapa yang sengaja mampir atau yang kesasar menemukan.

Saya suka mem-follow akun X (witter) yang ada link blog. Saya suka blogwalking ke blogger yang saya follow akunnya, sengaja atau kesasar. Buat menimba ilmu teknik menulis yang mereka pakai, mencari inspirasi atau menyegarkan pikiran, imajinasi lancar.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...