Langsung ke konten utama

Perihal Budaya

Ilustrasi, wedding decoration Graha Pramuka.

Jumat terakhir bulan Zulhijjah bermuatan berkah karena diguyur hujan lumayan deras, ke masjid jumatan kudu berpayung, untung jarak anara rumah dengan masjid hanyalah seperlemparan biji kedondong.

Ada acara bagus di Gedung DKL mestinya pengin saya hadiri. Sayang jaraknya dengan rumah cukup jauh dan hujan tak bisa diajak berdamai terus mengguyur kota hingga senja. Apadaya saya tak menghadirinya.

Diskusi budaya bertema tapis, muli lampung, dan puisi. Narasumber Anshori Djausal dan Kunni Masrohanti. Ditingkah pula acara puisi performance: Sutardji Calzoum Bachri, Devi Matahari, dan Isbedy Stiawan ZS.

Sayang sekali acara bagus yang dimoderatori Iin Zakaria itu tak bisa dianjaui terkendala hujan di akhir bulan Zulhijjah ini. Besok akan masuk bulan Muharam, tahun baru hijriah berganti angka dari 1445 ke 1446.


Siang ini kondangan di Graha Pramuka, ini hajatan terakhir bulan Zulhijjah. Besok ada juga kondangan, jatuhnya di 1 Muharam. Bagi sebagian masyarakat Jawa ama menghindari hajatan bulan Muharam begini.

Menghindari hajatan bulan Muharam itu perihal budaya. Tentu ada alasannya, masalah kepercayaan dari zaman kalabendu dipegang teguh nenek moyang turun temurun tak lekang oleh waktu, nggak juga akan lapuk.

Sejarahnya, Nabi Muhammad SAW sedih, cucunya Hasan dan Husain hampir terbunuh di Karbala. Cucu Nabi lainnya (putra/putri Saidina Ali dengan Fatimah Az-Zahra) yaitu Muhsin, Zainab, dan Ummu Kultsum

Di Bumi Ruwa Jurai ini hajatan di bulan apa pun tak ada masalah, terobos-terobos baesing penting enek duwik kangg ragate. Wes ngono. Bisa dikatakan perihal budaya juga. Asal tidak ada halangan yang bisa jadi kendala.

Tetapi, jalan jodoh orang semakin ke sini semakin kompleks. Perjodohan dengan budaya berbeda, kota asal berlainan, dan waktu luang untuk cuti dari pekerjaan yang perlu diatur, niscaya sebuah problem serius.

Selamat berbahagia Lado & Nadya

Solusi dari persoalan demikian hanya bisa diatasi dengan mensinkronkan waktu di antara kedua insan yang akan menikah dan keluarga kedua belah pihak dari rutinitas pekerjaan yang sibuk.

Cuti menikah adalah hak karyawan dan menjadi tanggung jawab perusahaan untuk menyetujuinya. Berdasar UU Ketenagakerjaan dan perubahannya dalam UU Cipta Kerja, izin menikah 3 hari. Sikit kali, Lae.

Cemmana lah waktu 3 hari itu bisa cukup kalau semua tetek bengek perihal budaa dalam masyarakat menyangkut perkawinan dengan acara adat yang njelimet akan bisa diakomodasi dengan lancar dan sempurna.

Kedua insan bahagia yang kami hadiri walimatul urusy-nya tadi sama-sama bekerja di Jakarta, tentu hak cuti yang sedikit itu tidak cukup. Masak iya besok Minggu harus balik ke Jakarta agar bisa masuk kerja hari Senin.

Tentulah mengharap kebijakan perusahaan unuk memberi kelonggaran waktu barang dua atau tiga hari agar sang pengantin baru tidak terlampau capai, saat masuk kerja masing-masing sudah cukup fit dan fresh.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...