Langsung ke konten utama

Coklit Jilid Dua

Stiker coklit buat pilkada pada 27/09/2024.

Datang lagi petugas pantarlih. Kali ini buat mensinkronkan data pemilih untuk pilkada kabupaten/kota dan provinsi. Warga Kota Bandar Lampung akan memilih calon wali kota yang baru, rakyat Lampung akan memilih calon gubernur yang baru.

Dahulu sewaku hendak pemilu (14/02/2024), pantarlih datang Kamis (16/02/2023) guna pemutakhiran data pemilih. Saat itu jumlah mata pilih di keluarga kami 4 orang, kali ini tinggal 3 orang karena anak sulung pasca-menikah membuat KK sendiri.

Untuk membuat KK sendiri sebagai kepala keluarga, prosedurnya harus keluar dari KK induk (KK orang tua) lalu membuat KK baru bersama istrinya sekaligus pindah alamat. Karena itu tidak lagi terdaftar di alamat kediaman kami.

Lagi, stiker coklit (pencocokan penelitian) berwarna coklat itu ditempelkan di kaca jendela rumah. Biar tidak menambah rusak asrinya jendela, stiker coklit untuk pilkada ditimpakan saja di atas stiker coklit untuk pemilu 2024 lalu.

Coklit jilid dua, begitu kira-kira sebutannya, hanya memuat tiga mata pilih, saya, istri, dan anak ragil. Anak ragil yang jadi “diaspora” di Jaksel tentu saja nggak bakal pulang hanya sekadar buat nyoblos doang. Hak suaranya bakal “dimainkan.”

“Dimainkan” maksudnya dicobloskan oleh PPS ke calon siapa yang kira-kira “bermain mata” dengan mereka. Biasanya begitu, bukan rahasia umum. Permainan demikian umum terjadi di mana-mana. Pokoke angger wani mbayar, oleh suoro, Rek.

Petugas pantarlih, serang ibu, mengonfirmasi semula kami terdaftar di TPS 009 Blok Z, tapi oleh dia dipindahkan ke TPS 002 Blok P. Kata dia sudah diberitahukan kepada Bapak RT kami. Ya, syukurlah, mempermudah calon pemilih namanya.

Sebenarnya bukan masalah jauh dari rumah, tetapi nanti di sananya ruwet urusan dengan panitia pemungutan suara. Bisanya warga dari luar tempat TPS berada harus menunjukkan KTP dan diberi giliran nyoblos setelah warga sana menyoblos semua.

Nah, apakah akan ikut menyukseskan pilkada atau tidak, lihat saja nanti. Sreg atau tidak dengan calon yang ikut kontestasi. Yang jelas, ogah milih calon incumbent atau petahana yang hasil kepemimpinannya sudah jelas track record-nya buruk.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...