Langsung ke konten utama

Anatomi Sebatang Rokok (2)


Menyeruak sebuah video masuk di WAG. Ulah kawan-kawan suka begitu, apa pun di-
share, peduli orang lain suka atau tidak yang penting kirim dulu. Niat betul menuh-menuhi galeri.

Video mengilustrasikan seorang ibu sedang menyuapi anaknya duduk di lantai. Sementara suaminya atau bapak si anak, duduk di kursi tak jauh dari si anak menikmati suapan si ibu.

Muka si istri terlihat kusut karena bersungut terhadap suaminya yang asik merokok, klepas klepus. Padahal, anggaran rokoknya tidaklah sedikit. Coba saja dibelikan lauk buat si anak.

Si istri berkata, “Pak, ikan teri sebungkus 5000, Pak. Dinikmati semua keluarga, bisa dimakan. Bapak, rokok sebungkus 40.000 dinikmati sendiri. Bisa berpikir waras nggak, Pak?”

Video seperti konten lainnya, mengandung parodi yang sarkas. Tapi, bila dipikir ‘waras’ seperti ungkapan si ibu, ada benarnya juga. Tidak bisa disangkal, sangat masuk akal.

Anatomi sebatang rokok (2) ini melanjutkan yang diposting kemarin malam. Harga satu batang rokok misal 2.000, ini setara dengan satu butir telur ayam ras di warung tetangga.

Seperti kata si ibu, satu batang rokok hanya dinikmati si bapak sendiri, satu butir telur rebus, ceplok mata sapi atau didadar bisa dibagi dua dan cukup buat dinikmati berdua.

Itu kalau “Bisa berpikir waras nggak, Pak?” kata si ibu di video. Nah, satu bungkus rokok apa tidak mungkin setara dengan setengah kilogram telur atau berjumlah delapan butir.

Saya sedang asik baca buku “Kopi & Rokok – dalam perbincangan ulama” yang membahas hukum dan manfaat serta mudaratnya rokok menurut pembahasan beberapa ulama.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...