Langsung ke konten utama

Bekasom Tuba

Bobor bayam bersanding bekasom tuba.

Membayangkan seperti apa isi buku bunga rampai cerita tentang "terkenang kampung halaman" yang ditulis 46 orang-orang keren yang kampung halaman mereka di berbagai penjuru Tanah Air kehidupan?

Etapi, naskah yang saya kirim ternyata kelewat panjang dari ketentuan 5 ribu karakter. Saya punya 15 ribuan karakter. Tentu akan dipangkas gundul oleh editor. Seperti sedang lelap tidur, dibangunkan.

Bagaimana perasaan orang yang sedang lelap-lelapnya tidur kemudian dibangunkan? Bagaimana pula rasanya sedang seru-serunya membaca jalinan cerita, tapi kemudian selesai seperti menggantung?

Sebuah cerita yang seru akan membawa pembaca hanyut ke muara senang tak tepermanai sehingga membuatnya alpa segala-galanya. Ketika keseruan putus akan membuat kesenangan bagai terenggut.

Kesenangan terenggut itu yang saya analogikan seperti sedang lelap tidur, dibangunkan. Cerita terkenang kampung halaman akan terasa mengena di sanubari bila memunculkan bermacam kenangan.

Bermacam kenangan itulah isi cerita. Kalau alurnya terpangkas agar bisa menepati ketentuan 5 ribu karakter, konteksnya susah sungguh sampai. Karena ada butiran kenangan yang dipangkas dan hilang.

Banyak ragam kenangan di masa kecil di kampung halaman. Permainan tradisional, kawan sepantaran sepermainan, sekolah, mengaji, makanan kesukaan yang sudah susah sungguh ditemukan di masa kini.

Pagi tadi saya masak bekasam atau bekasom. Ada dua bahan membuat makan khas Lampung satu ini. Ikan atau kluwak. Bahannya ikan disebut bekasam ikan dan bahannya kluwak disebut bekasam kluwak.

Saya tadi masak yang berbahan kluwak. Ulun (orang) Lampung menyebutnya bekasom tuba. Sementara istri saya membuat sayur bobor bayam. Klop dah bobor bayam dikawinkan dengan bekasom tuba.

Jadilah saat menikmati kedua menu makan siang di atas, saya sedikit terkenang masa kecil di kampung halaman. Orang tua saya biasa membuat bekasom dari ikan atau tuba tersebut. Di kota susah dicarinya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...