Langsung ke konten utama

MPP Guru

Buket bunga dari siswa untuk istri saya di HUT PGRI atau Hari Guru dan hadiah sebagai guru favorit Tahun 2022 (amplop coklat) dan 2023 (Vacuum Flask Set).

Tahun ini HUT PGRI atau Hari Guru jatuh pada hari Sabtu, maka buat memperingatinya dimajukan hari Jumat kemarin. Banyak rangkaian acara digelar di sekolah-sekolah. Ada pelepasan balon ke udara, ada tukar menukar kado antarguru, ada persembahan buket bunga dari siswa kepada “guruku tersayang” yang pada hari-hari sebelumnya sudah dilakukan voting untuk ditetapkan jadi guru favorit oleh siswa.

Tentang pelepasan balon ke udara, ini sangat ditentang oleh aktivis lingkungan. Balon setelah membubung tinggi ke angkasa, akan meledak lalu serpihannya jatuh menjadi sampah. Bila jatuhnya ke laut bisa dimangsa ikan atau penyu dan mencemari biota laut lainnya. Bila jatuhnya di daratan bisa dimakan hewan piaraan seperti sapi atau kambing, berbahaya bagi kesehatan dan kelangsungan hidupnya. Membuat mereka kurus.

Atau bila jatuhnya di hutan kemungkinan dimakan primata. Ini juga bisa membahayakan kesehatan dan perkembangbiakan mereka. Ancaman bahaya yang mungkin akan ditimbulkan tersebut yang mendorong para aktivis lingkungan melakukan gerakan edukatif ke masyarakat, sedapat mungkin tidak mengadakan seremonial yang diisi dengan acara pelepasan balon ke udara, apa pun alasan dan dalih pembenarannya.

Pada HUT PGRI atau Hari Guru tahun ini adalah kali terakhir istri saya mengikutinya. Awal tahun depan dia memasuki masa purna tugas atau purna bakti sebagai ASN Guru. Jadi, hari Jumat (24/11) kemarin adalah kali terakhir dia mengenakan baju seragam PGRI. Syukur tak terhingga beberapa kali dia dinobatkan sebagai guru favorit atas pilihan siswa. Selain buket bunga dari siswa, tentu saja dia bawa pulang hadiah guru favorit.

Sepuluh menit lalu (pukul 13:13) saya mengunggah di TikTok, opini saya berjudul “Hormatilah Guru” yang terbit di surat kabar harian Lampung Ekspres Plus hari Senin, 26 November 2012. Saya mengutip permintaan Presiden Soeharto, pada upacara memperingati Hari Guru Nasional, agar masyarakat, siswa, dan mahasiswa untuk menghormati guru karena ada kecenderungan menurunnya rasa hormat kepada guru.


Opini di SKH LE Plus


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...