Langsung ke konten utama

Alangkah Ngoyo Amat

Gambar praolah dari Instagram Arlianto Kurniawan @arlikur

"Sehat Mental", judul post blog tanggal 10/10/2023 berkenaan dengan Hari Kesehatan Mental Sedunia, jika "dikawinkan" dengan post blog kemarin yang berjudul "Jiwa Bahagia", maka akan mendapatkan pemahaman bahwa pada orang yang mentalnya sehat niscaya mencerminkan jiwa yang bahagia.

Masih seperti post blog kemarin, tentang unggahan Instagram. Pada peringatan HUT PGRI atau Hari Guru 25 November lalu, alangkah banyak seorang guru mendapat persembahan buket bunga dari anak didiknya. Wajar tidak-wajar. Terkesan diatur berdasar skenario guru agar ada "pemandangan" seperti itu.

Tidak hanya buket bunga dan hadiah kue, tetapi sang guru dikalungi slempang bertuliskan "Best Teacher." Kalau semua itu murni inisiatif anak-anak, ya, sungguh terpujilah mereka. Dan, kalau atas inisiatif sang guru, ya, suka-suka dia, sih. Tetapi, ya, alangkah ngoyo amat, sih, demi "wah" yang begitu dipaksakan.

Post blog kemarin, 34,9% remaja Indonesia memiliki masalah kejiwaan. Nah, jangan-jangan masalah itu salah satu sumbernya adalah lembaga pendidikan, sebuah tempat yang semestinya membuat anak-anak terbuka pikiran dan wawasan sehingga mental mereka tangguh, raganya kuat, jiwa mereka sehat.

Tentu apabila tidak mendapatkan perlakuan yang eksploitatif. Tidak mustahil mereka berangkat ke sekolah dibebani masalah. Sampai sekolah diberi lagi beban memenuhi keinginan guru agar mereka menciptakan perlakuan surprise di momen Hari Guru. Yang intinya perlu mengerahkan sumberdaya.

Tidak mustahil persentase remaja yang memiliki masalah kejiwaan meningkat seiring munculnya "bibit-bibit" remaja bermasalah baru dari lingkungan lembaga pendidikan. Jika setiap momen harus mengorbankan perasaan orang lain, maka akan semakin banyak orang memiliki masalah kejiwaan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...