Langsung ke konten utama

Feedback Form UWRF 2023


Pukul 09:51 dapat email dari Koordinator Program UWRF 2023 Bli Prima. Ada feedback form berupa sekumpulan pertanyaan yang minta diisi jawaban.

Tidak jadi soal, jawab saja. Pukul 10:39 saya mengisi feedback form bilingual Inggris dan Indonesia lalu menulis tanggapan untuk email yang saya terima. 

Bagaimana pengalaman selama mengikuti UWRF, siapa Writers Liaison yang menjembatani kegiatan? Apa akomodasi yang digunakan dan yang diterima?

Writers Liaison kami gadis hitam manis, mahasiswi Fakultas Teknik Universitas Udayana, punya nama cukup panjang; Deasy Natalia Marena Br Napitupulu.

Untuk penerbangan menggunakan Super Air Jet dan hotel tempat menginap yang diterima Sagitarius Inn. Bagaimana semuanya itu? Sangat baik dan nyaman.

Kalau ada saran dan masukan diminta menulis di feedback form. Apa yang sudah baik selama UWRF dihelat hendaknya ditingkatkan menjadi lebih baik.

Begitu juga bila masih ada kekurangan hendaknya dievaluasi dan diperbaiki. Sehingga di masa yang akan datang kegiatan UWRF menjadi tambah baik.

Begitulah lebih/kurang saran yang saya kemukakan. Lalu, ini yang penting, ketika diminta rekomendasi siapa yang akan diundang ke UWRF mendatang?

Nah, siapa yang saya rekomendasikan? Ada, deh... Ahaha... Penasaran kan? Saya mengajukan dua nama budayawan Lampung yang representatif.

Semoga saja dipertimbangkan untuk diundang tahun depan oleh panitia UWRF. Biasanya, sih, mereka akan mengundang orang-orang yang direkomendasikan.

Direkomendasikan siapa? Orang yang sudah pernah ke UWRF. Semoga hadirnya saya di UWRF dan atas rekomendasi itu akan ada lagi tamu dari Lampung.

Setahu saya, Isbedy tahun 2007, Inggit Putria Marga 2009, Fitri Yani 2011. Setelah itu entah siapa, sampai akhirnya UWRF 2020 ditiadakan karena Covid-19.

Semacca pemenang Hadiah Sastera Rancage 2021 ke UWRF pada 817 Oktober 2021. Jangan sampai "kemarau" tak ada sastrawan Lampung ke UWRF.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...