Langsung ke konten utama

Tahlil Siang Bolong

Usai dimakamkan kemarin langsung diadakan tahlil. "Loh, tahlil kok siang gini," pikir saya. Oh, barangkali sekalian aja biar malam nanti nggak perlu lagi tahlil. Bisa jadi benar, sekali kerja langsung tuntas.

Ini baru saja pulang tahlil hari kedua. Di acara tahlil, kesempatan untuk bertemu jiran tetangga yang barangkali sibuk sehingga jarang bertemu. Bertemu saudara juga, yang tempat tinggalnya berjauhan.

Ini tadi bertemu Ghofur, kakaknya Rijali almarhum. Ia tinggal di Jogja, datang ke Lampung numpak bus. Karena kesiangan ke terminal sehingga bus sudah berangkat semua, untung ada bus jurusan Merak.

Karena pengin cari penumpang, bus ngacir-ngacir masuk-keluar terminal. Sudah masuk tol pun mutar lagi keluar ke jalan raya pantura, tapi tetap saja zonk. Akhirnya sampai Cibinong ia dioper menuju Merak.

CibinongMerak hanya ia sendiri penumpang. Serasa naik bus milik sendiri, jadinya. Waduh, mewah sekali hidupmu. Karena adik sedang kritis tetap saja sedikit "kemewahan" itu tak bisa ia nikmati dengan tenang.

Apa lacur, "kemewahan" yang tidak ia nikmati, tetapi justru membuat ia terlambat tiba di Lampung dari waktu yang ingin ia targetkan. Apa boleh buat, sekali sial ketiban musibah, eh, malah kesial lain datang.

Lantas, di mana makna "di balik musibah ada hikmah" kalau seperti itu yang ia alami. Mestinya, hikmah yang hadir membersamainya di perjalanan adalah bertemu bus yang seperti mengerti "ini orang dapat musibah."

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...