Langsung ke konten utama

Sang Maut

Baru saja hendak menyiapkan leunca untuk ditumis, tiba-tiba ponsel berdering. Ngah Romlah di Bandung, ngasih tahu bahwa adik Rijali kritis di RSUAD Abdul Moeloek. "Cepat ke sana," ujarnya. "Ya, jawabku."

Saya lalu nelepon istri di sekolahnya, dia minta saya menunggu karena dia mau ikut ke RS. Alhasil, habis zuhur baru kami berangkat. Sampai RS, keluarga mengelilingi ranjang, membisikkan kalimah takbir.

Ada lantunan Surah Yaa Siin terdengar sayup-sayup. Keluarga yang datang baik di dalam ruang perawatan maupun di luar, duduk merunduk dengan kecamuk suara batin masing-masing. Semua terkesan hampa.

Hampa harapan sebab tanda-tanda datangnya sang maut kian dekat. Hanya menunggu menit dan detik keberapa napas terakhir 'kan tanggal. Kami tungguin, dibacakan Yaa Siin, dibimbing takbir dan lafaz Allah.

Bahwa ajal kapan datangnya, tidak bisa dipercepat dan tidak jua dilambatkan, saya jadi terkesima atas takdir Allah Swt. Kami pamit meninggalkan RS pukul 16:05 eh adik Rijali Kosim wafat pukul 16:28 WIB.

Berita wafatnya Jali ternyata telah di-share di grup WhatsApp. Sampai rumah saya buka hape, terbaca kabar itu. Meski sedikit terhenyak, tapi saya tidak terlampau kaget sebab memang waktu sudah dekat.

Betapa misteri sang maut, kurang dari 30 menit kami meninggalkan ia dalam sakaratul maut. Siapa nyana akan terjadi demikian itu. Andai saja tahu waktunya sebentar lagi, tentu kami akan tetap menungguinya.

Ya, hanya berandai-andai. Tapi, sang maut tidak bisa diandaikan. "Kullu nafsin za`ikotul maut," firman Allah SWT. Kapan waktunya tiba, tiada seorang pun tahu. Memperbanyak bekal, hanya itu yang mesti dibuat.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...