Langsung ke konten utama

Kejar Tayang


Pulang dari Bali saya seperti 'mencari obat penikmat makan' yaitu sambal terasi. Memang terasa nikmat, tetapi akibatnya radang tenggorokan datang minta menjadi teman. Gak demam panas, tensi dan suhu badan normal. Namun, radangnya luar biasa ganas.

Minum obat dari klinik dekat rumah rupanya tidak mempan. Berkumur air garam sebagai bala bantuan, lumayan fit badan hari ini. Mulai menyelesaikan urusan yang sempat tertunda menyangkut surat menyurat persyaratan anak bujang untuk menikah.

Kembali ke Pak RT, hari ini tadi ke kelurahan, besok ke KUA. Setelah beres di KUA asal kemudian dibawa ke KUA tempat pernikahan akan dilaksanakan. Setelah semua aman tinggal menunggu hari H yang tentu tidak terasa, waktunya semakin mendekat.

Ini "kejar tayang" istilahnya. Surat menyurat, prewed, suvenir, undangan, dan fiting baju akan diselesaikan berturut-turut kemudian. Yang penting urusan hari ini selesai. Walau calon istri belum ikutan tandatangan, namun Pak Lurah kami bersedia menandatangani.

**

Saya juga menyelesaikan tanggung jawab ke Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek, berupa laporan pertanggungjawaban penggunaan dana bantuan FBK IB (Fasilitasi Bidang Kebudayaan Interaksi Budaya) Domestik Tahun 2023. Berkas sudah lengkap.

Laporan pertanggungjawaban dari saya (pihak kedua) kepada Pejabat Pembuat Komitmen (pihak pertama) dilampiri uraian dana diterima dan dipakai, receipt payment ticket, e-ticket + boarding pass Jakarta--Bali pp, tiket DAMRI Lampung--Jakarta pp.

Berkas tersebut disiapkan dua rangkap. Rangkap 1 asli dan rangkap 2 fotokopi lalu dikirim via ekspedisi J&T Express. Sudah saya berangkatkan siang tadi. Juga scan jadi pdf untuk soft file dikirim via e-mail. Sementara soft file baru akan saya kirimkan besok.

Mengapa besok? Karena via e-mail kan cuma sekali klik langsung sampai dan diterima, langsung bisa dibuka dan dibaca. Sementara yang via ekspedisi butuh waktu dua sampai tiga hari (estimasi). Maka, diberi jarak agar waktu diterimanya bisa beriringan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...