Langsung ke konten utama

KCJB

Gambar: Hoops.ID

Kemarin Presiden Joko Widodo meresmikan Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB). Seberapa cepatkah, seberapa nyamankah, seberapa signifikan, seberapa urgensi, dan seberapa lainnya. Begitulah kira-kira.

Seberapa nyaman dan seberapa urgensi itu, akankah dipertanyakan, mengingat stasiun kerberangkatan di Halim. Perjalanan menuju Halim tentu menjadi satu pertimbangan, seberapa menggairahkan naik KCJB.

Pertimbangan lainnya stasiun tujuan di Tegalluar, Bojongsoang, Kabupaten Bandung. Seberapa sebal ketika giliran hendak masuk kota Bandung karena menempuh perjalanan jauh dan terjebak macet.

Apa jadinya kalau kemudian ada anggapan percuma naik kereta cepat 45 menit kalau akhirnya nyampe rumah lama juga. Sia-sia wae atuh. Nah, kan kumaha jadinya kalau segi efisiensi waktunya nggak dapat.

Inilah rute dan stasiun pemberhentian KCJB. (Gambar: Indonesiabaik.id)

KCJB ini diberi nama whoosh, singkatan dari Waktu Hemat Operasi Optimal Sistem Hemat. Dibangun dengan dana US$7 miliar dari estimasi semula US$5 miliar. Kapasitas angkut 600 orang penumpang.

Tapi. Ada tapinya, 600 orang penumpang itu siapa? Berapa pemasukan PT. KAI dari tiket dibanding beban utang yang harus ditanggungnya. Karena PT. KAI tidak punya duit, maka di-cover pemerintah. Melalui apa?

Pemerintah cari duit melalui pajak. Negik rakyat buat membayar utang kepada Cina Rp.226 miliar saban bulan selama 30 tahun. Pajak rakyat masuk APBN dan dipakai pemerintah membayar utang tersebut. Begitu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...