Langsung ke konten utama

Misteri Angka

Gambar diolah dari victoriousnews.com

Hidup ini berkelindan di antara angka-angka. Usia itu angka, rezeki itu angka, dan semuanya misteri. Hidup seseorang berapa lama, itu misteri. Matinya di umur berapa, itu misteri. Perolehan rezeki dari berdagang, untung atau rugi angkanya misteri dan fluktuatif.

Tanggal 24/9/'23 saya ke optik Paten di Jl. Pemuda, Tanjungkarang periksa mata yang mulai buram. Baca buku saya merasa tidak nyaman, ngaji pun begitu. Aagar huruf terbaca jelas terpaksa harus melepas kacamata dan harus didekatkan. Terlampau susah.

Hasil kir, minus mata sebelah kanan masih di angka semula (6,75) sehingga tetap, mata sebelah kiri yang bermasalah, ada silindrisnya sehingga tidak bisa ditolong dengan menambah minusnya. Begitu kata juru kir. "Ditambah minusnya malah buram," kata dia.

Untuk kenyamanan membaca --nah, ini yang penting--plus-nya yang ditambah setengah. Hasilnya terang banget. Memang saya sudah menduga, saat baca buku, kok, seperti buram. Saya duga karena plusnya sudah tambah sehingga kacamata perlu diganti.

Untuk membuat nyaman mata itu saya merogoh kocek cukup dalam, lensa yang ber-budget guede sementara frame pilih yang murah. Total 3,3 jeti, itu pun sudah dapat diskon banyak dari optik, ya lensa, ya frame. Kenapa mahal? Karena lensa progresif.

Lensa progresif adalah lensa yang antara minus dan plus tidak kelihatan garis pemisahnya. Jadi, seolah-olah lensanya hanya minus saja, padahal ada plus-nya. Lensa model begini memang nyaman, tetapi terbilang mahal. Bikinnya pun harus dipesan ke Jakarta.

Waktu juara 1 sayembara menulis puisi bahasa Lampung saya dapat hadiah 3 jeti, juara harapan 2 sayembara menulis esai sastra saya dapat 0,3 jeti, jadi total hadiah 3,3 jeti itu pas buat ganti kacamata. Hayo, apa bukan angka misteri itu? Ya, inilah makna judul!


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...