Langsung ke konten utama

Penikmat Subsidi

Dahulu waktu BBM jenis Premium dibikin langka, saya membatin pasti akan dihilangkan. Benar kan? sebagai pengganti BBM bersubsidi, Pertamina mengeluarkan jenis Pertalite. Yang menikmati mayoritas wong sugih.

Coba perhatikan di SPBU, berapa banyak mobil yang mengisi jenis BBM Pertamax? Bisa dihitung dengan jari. Kebanyakan kendaraan (motor dan mobil) antre di Pertalite. Merekalah penikmat subsidi ‘garis depan’.

Premium adalah jenis BBM dengan research octane number (RON) 89, Pertalite jenis BBM RON 90, Pertamax jenis BBM RON 92, dan Pertamax Plus jenis BBM RON 95 (yang dikembangkan menjadi Pertamax Turbo).

Kami punya motor Supra Fit 2004, saat Jokowi naikkan harga BBM di masa jabatannya periode pertama, saya langsung beralih dari Premium ke Pertamax hingga sekarang. Saya pikir selisih harga tidak begitu banyak.

Meski sudah kami jual, kepada si pembeli motor saya anjurkan untuk tetap menggunakan Pertamax. Karena motor sangat terawat, suaranya masih halus dan masih berani lho diajak ‘lari’ balapan dengan motor matic.

Pagi tadi saya baca berita bahwa Pertalite akan dihapus dari pasaran. Selanjutnya Pertamina akan memasarkan Pertamax Green 92 sebagai penggantinya. Dihapusnya Pertalite, ke depan Pertamina menjual tiga jenis BBM.

Yaitu, Pertamax Green 92, Pertamax Green 95, dan Pertamax Turbo. Pertamax Green 92 akan disubsidi pemerintah karena ini jenis JBKP (Jenis BBM Khusus Penugasan). Pertamax Turbo adalah produk unggulan.

Pertamax Turbo merupakan jenis BBM yang paling mendekati spesifikasi bahan bakar Euro 4 di Indonesia. Spesifikasinya memiliki RON minimal 91 dengan bebas timbal dan kandungan sulfurnya maksimum 50 ppm.

Pertamax Turbo yang nanti dijual Pertamina adalah yang memiliki nilai oktan riset atau RON 98, dilihat dari fisiknya memiliki warna merah. Sepertinya hanya SPBU tertentu yang menjual jenis BBM Pertamax Turbo.

Dengan masih akan disubsidinya Pertamax Green 92, penikmat subsidi yang kebanyakan horang kaya tidak perlu khawatir. Teruslah ketawa-ketiwi menikmati kebahagiaan. Rakyat kelas bawah cuma jadi penonton.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...