Langsung ke konten utama

Mal Kartini

Moka (Mal Kartini), foto: Lampung - iNews.ID

Siang tadi usai zuhur, saya dan istri ke Pasar Tengah, sesampai di depan toko emas Jakarta ketika hendak memarkirkan motor, saya sedikit ragu. Akhirnya saya dorong motor ke area yang khusus tempat parkir.

Istri menyusul untuk menaruh helm di motor, tiba-tiba didatangi seorang ibu dan bertanya, “Bu, mau jual emas, ya?” Nggak, jawab istri saya. Lalu, kami berdua masuk ke toko emas Jakarta, membeli emas Antam.

Selesai, bingung mau ke mana. Istri berseloroh hendak mencari kaus merah buat senam. “Kita ke Moka (Mal Kartini),” kata saya. Pikir saya ke Center Point di lantai 2 mal yang dahulu pernah kemasukan air luapan got.

Di jalan Kartini dahulu, apabila hujan turun lumayan deras, air dari got akan melimpah keluar. Jadilah jalan di depan Central Plaza (eks Plaza Tanjungkarang atau Artomoro) itu digenangi air hujan, menyerupa sungai.

Dari depan Artomoro air mengalir ke bawah sampai depan Moka. Saking dahsyat luapan air dari got yang memenuhi jalan, sampai-sampai masuk menerjang ke dalam basement Moka, memorakporanda gerai ponsel.

Sedikit menceritakan masa lampau. Siang tadi kami kecelé, ternyata Center Point sudah tutup sejak 26 Juli 2022. Waduh, setahun lebih lantai 2 dan 3 Moka tidak bisa lagi diakses. Saya tidak tahu tentang bioskop XXI.

Rolling door space Center Point di lantai 2 dan 3 dahulu ditutup. Hanya ada beberapa gerai kuliner yang masih buka di dekat eskalator, tetapi sepi pengunjung. Ada, sih, sedikit pengunjung, mungkin mereka yang kangen.

“Berasa tua di rumah” kita dihajar pandemi Covid-19 sehingga nggak bisa ke mana-mana. Sampai-sampai Moka sudah ditinggalkan ritel kesayangan. Terpikirkan, ke mana mbak-mbak yang melayani saya beli CD dulu.

Banyak ritel tutup akibat sepi pengunjung. Dampaknya karyawan kehilangan pekerjaan, sekian jiwa yang jadi tanggungannya ikut menderita. Anak-anak mereka dan juga orang tua atau siapa pun yang dinafkahi mereka.

Sejak ada Mal Boemi Kedaton (MBK), pilihan tempat belanja fashion dan barang lainnya jadi berpindah dari Moka. Apalagi di MBK ada toko buku Gramedia, jadi sekalian kesenangan berburu buku jadi terakomodasi.

Lebih-lebih ada Lampung City Mal di Jl. Yos Sudarso, Bumiwaras dan sebentar lagi akan dibuka Grand Mercure (Sinar Laut Tower) di seberang toko buku Gramedia Jl. Raden Intan, menambah pilihan area.

Setelah 13 tahun Center Point menjadi pusat tujuan belanja konsumennya, akhirnya hengkang tinggalkan Moka. Bukan bangkrut, tetapi perubahan manajemen pengelola Moka sehingga berubah pula kebijakannya.

Bisa jadi Center Point pindah ke Lampung City Mal. Kabarnya, sih, begitu. Saya belum sempat ke mal yang berada di kawasan pesisir Teluk Lampung itu. Atau kembali ke pusat, tetapi ngapain juga. Bisa mati, malah.

Lah, iya, wong di pusat saja banyak ritel tutup. Trans Mart, Matahari, Giant, dan entah apa lagi tak mampu bertahan. Orang-orang lebih suka belanja secara online di marketplace. Lihatlah TikTok rame dan heboh, Cuy.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...