Langsung ke konten utama

Hari Kucing Sedunia

Si Revo, kucing tetangga ini, dahulu sering ‘menginap’ di kursi teras rumah kami. Sekarang entah di mana si Revo ini?

Kemarin, 8 Agustus diperingati sebagai hari kucing sedunia. Salah satu jenis hewan peliharaan di rumah ini memiliki banyak macam ras, dari kucing kampung sampai kucing Persia dan anakan hasil persilangannya.

Sejak tahun 2018 populer istilah anabul (anak bulu) untuk menyebut kucing kesayangan. Pelihara kucing tidak semua orang suka. Ada juga lho orang yang justru takut terhadap kucing sehingga ogah memeliharanya.

Yang demen, tidak cukup pelihara satu ekor. Bahkan sampai empat atau lima ekor dipeliharanya. Dalam kandang masing-masing, diperlakukan dengan penuh kasih sayang tak ubahnya menyayangi bayi sendiri.

Memberi pakan berkualitas tinggi, tambahan vitamin dan dibawa ke dokter hewan untuk disuntik anti-rabies berkala. Yang namanya memandikan dan mengajaknya main-main, menjadi pengisi senggang waktu weekend.

Ada orang yang tidak suka memelihara, tetapi kalau ada kucing bertandang ke rumahnya akan diberinya makan. Ada yang sengaja membeli makanan khusus, ada yang sekadar memberi sisa tulang ikan atau ayam.

Anak kami yang jadi ‘diaspora’ di Surabaya, katanya, sengaja membeli makanan untuk kucing karena ada kucing yang sering masuk ke kamar indekosnya. Jika kucing itu datang, maka disuguhkannya makanan.

Yang sekadar memberi sisa tulang ikan atau ayam, itu adalah mbakyu istri saya. Bila habis makan di luar bersama keluarga, akan dimintanya pelayan restoran membungkus sisa makanan (tulang ikan atau ayam).

Itu akan diberikan mbakyu kepada kucing yang sering bertamu ke teras rumah mereka. Tampaknya kucing-kucing itu sudah hapal di luar kepala, setiap datang ‘pasti’ akan mendapat makanan enak walau tulang.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...