Langsung ke konten utama

Berpikir Merdeka, Merdeka Berpikir

Siang tadi telah diparipurnakan hajat memperingati 78 tahun kemerdekaan RI di RT kami. Mulai dengan pembagian hadiah lomba yang pesertanya anak-anak, ibu-ibu, dan bapak-bapak. Joget balon, dll.

Kemarin hingga malam, panggung tempat acara dihias, nuansa merah putih mendominasi. Karpet pun merah, balon merah putih. Pot-pot kembang dijejerkan, pemantik rasa “manis” pemandangan. 

Tadi, dress code ibu-ibu dan bapak-bapak juga merah putih atau sebaliknya. Kacamata hitam jadi asesoris buat penambah percaya diri saat bersenandung dan berjoget. Biarpun lagu yang itu-itu saja juga tak apa.

Yang penting orgen tunggal pengiring paham nada dan melodi agar selaras. Yang penting adalah acara, jangan aja nggak. Jangan bendera dan umbul-umbul doang dipasang, tanpa ada perayaan apa-apa, kan?

Suara fals juga tak apa, yang penting manggung. Namanya “suara merdeka, merdeka bersuara.” Jika pengin yang bagus, ya, mesti nanggap biduan yang semlehoy, tapi siapkan saweran segepok, sanggup?

Usia republik ini sudah 78 tahun, sudahkah rakyat Indonesia “berpikir merdeka, merdeka berpikir?” Oh, rasanya belum. “Suara merdeka, merdeka bersuara” saja ketar-ketir. Takut terancam pidana. Ya, kan?

Jika “bersuara” itu dalam arti mengkritik pemerintah, maka tidak akan ada makna “merdeka” di dalamnya. Jika “bersuara” dalam arti nyanyi di panggung, maka ada “merdeka” di sisimu. Hanya merdeka narsisisme.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...