Langsung ke konten utama

Momen 2

acara walimatul aqiqoh putri Rudi Aspar

Setelah kemarin siang “mangan nyaman” di acara engagement putri adik sepupu, pagi tadi ketemu lagi momen penting dalam hidup seseorang. Yaitu ketika seorang bayi dimarhabanankan di acara aqiqahnya.

Ya, momen hidup manusia itu bersiklus. Lahir, nikah, mati. Bayi yang baru lahir akan tumbuh menjadi dewasa kemudian menikah dan melahirkan keturunan, menjalani kehidupan menuju momen kematian.

Momen-momen penting itu dirayakan. Penting gak-penting, mampu gak-mampu. Mulai dari aqiqah, sunat bagi anak laki-laki, menikah, dan setelah wafat dan dimakamkan terus ditahlilkan “berhitungan hari.”

Tahlilan dari malam pertama hingga niga berturut-turut atau hingga nujuh berturut-turut. Ada yang berhenti di niga lalu diadakan lagi saat nujuh. Kembali diadakan saat patangpuluh dan nanti ada nyeratus.

Pagi tadi momen aqiqah. Tanda sukacita atas kelahiran bayi, luapan rasa syukur atas rezeki terindah dari Tuhan. Sebab, ada yang bertahun-tahun menikah, tetapi belum juga dikaruniai anak keturunan. Galau.

Momen sukacita dan dukacita saling berganti datang menghampiri. Lengkap dengan perayaannya. Siklus berulang silang berganti. Itulah qudrat dan iradat Ilahi atas hamba-hamba-Nya. Begitulah kegaliban hidup.

Ada misteri yang selama ini kami tidak tahu maknanya. Kami tahunya nama, ya, sudah. Ternyata bukan perpaduan nama ayah dan ibu seperti yang banyak orang lakukan. Akronim daerah asal, rupanya.

Bukankah “apalah arti sebuah nama” kata lagu. Biar nama “berarti”, maka digutak-gatuklah nama ayah dan ibu, ketemu akronim dijadikan nama anak. Aspar ternyata akronim “asal pakuan ratu.” Jadi, maitu, yo.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...