Langsung ke konten utama

Ngetan-ngulon, Ngalor-ngidul

Kumpul sambil sarapan pagi, menunya nasi pecel pincuk khas Madiun dan karaokean. Foto dijepret Minggu, 9/7/2023.

Pagi tadi dua kakak pulang lebih dahulu, satu ke arah barat satu ke arah timur. Bahasa Jawanya, setunggal ngetan setunggal ngulon. Dan kami mengambil giliran besok siang, biar tidak langsung bubar sekaligus.

Kakak yang pulang ke barat, dari Pacitan ke bandara Adisumarmo, Solo, naik travel pukul 6 pagi, pesawat mereka take off pukul 11:30, jikalau tidak delay. Jika delay, tahu sendirilah berapa lama bakal tegambuy.

Kakak yang pulang ke arah timur karena berkendara Expander, bisa berangkat agak siang sedikit. Kami pun melanjutkan obrolan ngalor-ngidul di ruang tamu. Namanya ngalor-ngidul, obrolannya ke sana kemari.

Emput putri bapak/ibu mertua saya, satu di Pacitan (mbakyu mbarep, kakak sulung), satu di Mojokerto (mbakyu nomor telu), dua tinggal di Bandar Lampung (mbakyu nomor loro), istri saya putri ragil (bungsu).

Mereka berempat ini bisa berkumpul hanya ketika musim libur sekolah (semester gasal atau genap) atau ketika mudik Lebaran. Karena mereka berempat berprofesi sebagai guru. Sebut saja keluarga guru.

Mbayu mbarep guru madrasah, mbakyu nomor loro dosen Unila, mbakyu nomor telu guru SD jebolan PGSD angkatan pertama, dan istri saya guru SMP. Tiga mbakyu sudah purnatugas (para pengsiunan).

Istri saya tinggal satu semester ke depan ini. Baru pengsiun mulai Februari 2024. Maka, reuni mereka barusan adalah kumpul kakang-adi para pengsiunan. Waktu terkesan agak longgar, tetapi tetap 'terbatas.'

Karena 'terbatas' itu, maka dua mbakyu pulang lebih dahulu pagi tadi, kami menyusul besok. Selagi sehat, selagi kuat, mulane adi-adine sowanmarani mbakyu (maka adik-adiknya silaturahim, mendatangi kakak). 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...