Langsung ke konten utama

Justru Buah, Lho kok?

Tadi malam saya nonton podcast Putut EA dan Butet Kertredjasa dengan bintang tamu dr Oei Hong Djien, si pemilik museum dan kolektor lukisan “nomor dua” setelah Bung Karno. Sebenarnya kalau konteks terkini, dr Oei yang  nomor satu karena Bung Karno setelah tahun 66an berhenti menambah koleksi lukisannya.

Dokter Oei lahir di Magelang, 5 April 1939. Lulus Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tahun 1964. Dari 126 orang dokter seangkatannya, sudah meninggal 78 orang, berarti sisa 48 orang. Tetapi, dari 48 itu saat mereka reuni, hanya 16 orang yang datang. Yang lain, ada yang sudah pakai kruk, tongkat atau kursi roda.

Dengan kondisi begitu berarti teman-teman dr Oei praktis sudah tidak bisa ke mana-mana. Sementara dr Oei di usianya 84 tahun masih bisa berbicara dengan volume suara yang tinggi, menggebu-gebu, dan penuh semangat. Luar biasa. Saya mengenal dr Oei lewat bukunya, Seni dan Mengoleksi Seni (kumpulan tulisan).

Buku setebal 535 halaman, berisi tentang koleksi lukisan yang ia kumpulkan sejak lama dari pelukis-pelukis yang belum terkenal atau punya nama. Yang kini, pelukis-pelukis itu sudah terkenal dan namanya berkibar. Membaca buku ini menyegarkan pikiran dan membaharui kesenangan saya pada pameran lukisan.   

Menurut dr Oei, rahasia hidup sehat dan umur panjang adalah jangan mikir yang berat-berat, jangan terlalu banyak pantangan, apa pun boleh dimakan. Lemak dari buah Alpukat sangat bagus. Yang perlu dihindari justru buah. Lho kok? Iya, buah yang manis. Sebaiknya konsumsilah buah yang tinggi serat seperti bengkoang.

“Telur, justru baik, terutama kuningnya. Makan telur sampai 6 butir sehari, nggak apa-apa,” kata dr Oei. Saya jadi semakin yakin bahwa telur tak menambah tinggi kadar kolesterol. Teman jalan-subuh saya alangkah banyak pantangannya. Telur ogah apalagi ayamnya. Kambing lebih-lebih, sangat ia hindari menikmatinya.

Siang barusan tadi kami kondangan aqiqah cucu kedua imam masjid kami (almarhum). Ada menu tongseng kambing sebagaimana lazimnya. Nah, teman jalan-subuh saya itu tentu saja tidak berani nyenggol apalagi mangan. “Takut mumet,” katanya. Jika habis makan telur, tengkuknya terasa pegal, pengakuannya.


Tentang teman ‘jalan-subuh saya, baca ulang di sini,




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...