Langsung ke konten utama

Jatuh Demam

credit foto: HonestDocs

Saya jatuh demam. AC bus yang dinginnya na’uzubillah barangkali jadi musababnya. Atau barangkali karena terlalu cepat pulang sehingga badan kurang fit. Biasa stay di Pacitan lumayan lama atau mampir di Jogja.

Kemarin terbilang singkat. Berangkat dari Lampung Jumat dan kembali ke Lampung Selasa. Sabtu praktis di rumah saja karena baru nyampe, Minggu seusai kami kungkum di Banyu Anget terus ke Lorok sowan sedulur.

Senin, setengah hari istirahat dengan menikmati tidur siang buat ngeganti jam tidur yang hilang di perjalanan Sorenya ke Pasar Minoliyo belanja kerupuk dan dodol khas Pacitan buat oleh-oleh, malam harinya di-packing.

Betapa singkat rasanya, sampai nggak sempat melihat-lihat ke Museum Pak SBY—Ibu Ani. Padahal, lokasinya yang di Jalan Lintas Selatan Pacitan—Trenggalek, tidak begitu jauh, bisa dijangkau hanya dengan motoran.

Dahulu, waktu belum selesai pembangunannya, saya sempat abadikan. Nah, setelah selesai dan—kabarnya—diresmikan bulan Juli ini, ndilalah pas kebetulan lagi ke Pacitan kok, ya, malah nggak sempat sakadar foto pun.

Begitulah waktu, berputar, berpusar, takkan menemu ujung. Selama perjalanan waktu terus berdetak maju, manusia akan merugi. Kecuali mereka yang beriman dan beramal salih dan mereka yang bersabar dan taat.

Karena jatuh demam, tadi malam saya batal hadir di acara tahlil empatpuluh hari atas berpulangnya Abang Bas. Padahal, saya mengirim komen ngasido sebagai jawaban atas undangan yang dikirim via WhatsApp.

Ngasido, dalam bahasa Lampung artinya jadilah atau bolehlah. Bisa dimaknai sebagai bentuk lain dari kata insyaallah yang umum diberikan orang bila menjawab undangan. Yang kepastian hadirnya amat “tidak pasti.”

Pesan WhatsApp saya balas dengan ngasido karena semula saya akan mengupayakan hadir. Ternyata saya jatuh demam. Kalau saya balas dengan menjawab insyaallah, bisa jadi akan dimaknai tidak akan hadir.

Akhir Desember 2022 saya demam tipes mengarah ke DBD, hampir saja bermalam-tahun-baruan di hotel berbintang alias RS Bintang Amin milik Universitas Malahayati berkolaborasi dengan PT Pertamina (tbk.).

Di akhir demam saat itu keluar ruam merah-merah di bagian perut dan punggung. Nah, demam kali ini pun ruam merah-merah itu muncul lagi. Berarti dari akhir 2022 itu hingga kini, enam bulan ruam itu “bersemedi.”


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...