Langsung ke konten utama

Goes to Strolling

Setelah pemerintah RI mencabut aturan wajib masker saat bepergian di dalam negeri maupun ke luar negeri serta di fasilitas publik, maka dengan sendirinya pemandangan semua orang memakai masker tidak akan banyak terlihat. Paling satu dua.

Setelah bebas masker di ruang publik, moda transportasi umum seperti kereta api, pesawat terbang, dan bus tidak bisa lagi mengharuskan penumpang memakai masker. Tes pcr pun sudah lama bukan suatu keharusan bagi calon penumpang.

Dahulu, di masa pandemi Covid-19, aneh rasanya bila ada orang yang tidak taat prokes, ke mana-mana enggan memakai masker. Kelak, justru akan aneh rasanya bila menemukan orang yang memakai masker. Padahal, pandemi Covid-19 sudah selesai.

Tetapi, ada sebagian orang yang tetap memakai masker dan sebagian lainnya akan bersukacita tidak lagi memakai. Semua itu keniscayaan yang wajar terjadi. Yang tetap bermasker bisa jadi sebagai upaya menjaga diri dari berbagai jenis virus lainnya.

Tindakan preventif menjaga diri dari kemungkinan terburuk, justru lebih baik dilakukan. Oke, dalam hal pandemi Covid-19 bisalah dikatakan selesai, seperti yang dinyatakan WHO. Kita masuk fase endemi. Tetapi, mungkin akan muncul pandemi yang lain.

Nah, disaat masa musim libur sekolah ini, goes to strolling tampaknya akan dilakukan banyak orang. Rasanya, saya pun tidak sabar ingin jalan-jalan. Ya, sebab jalan-jalan adalah salah satu cara mencari ketenangan batin. Bila batin merasa tenang dan pikiran terasa jernih, niscaya hadir kebahagiaan.

Tetapi, kebahagiaan terindah yang saya rasakan, kemarin adalah wedding anniversary kami yang ke-30. Tidak terasa sudah 30 tahun perjalanan kami berdua istri merajut kasih dalam suka dan duka. Anak-anak tumbuh menjadi dewasa dan berproses menuju kemapanan, membersamai langkah kami.

Ilustrasi foto by freepik


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...